Sidoarjosatu.com : Mantan Kades Gempolsari, Kecamatan Tanggulangin, Sidoarjo, Sya’roni Aliem hari ini menjalani sidang perdana terkait kasus dugaan korupsi ganti rugi korban Lapindo diluar Peta Area Terdampak (PAT) yang diganti melalui APBN tahun 2013 senilai Rp.297,1 juta. Sidang perdana yang dipimpin Ketua Majelis Hakim, I Dewa Gede Suarditha dengan agenda pembacaan dakwaan tersebut digelar di Pengadilan Tipikor Juanda Sidoarjo, Selasa, (8/8/2023).
Dalam dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum Kejari Sidoarjo, Hesti mengungkapkan terdakwa yang merupakan penyelenggara negara melakukan penyalahgunaan kekuasaan dengan cara memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar atau menerima pembayaran berupa uang senilai Rp. 297,1 juta. Sebagaimana pasal 12 huruf e, subsider pasal 8 UU RI No 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI NO. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Terdakwa didakwa membawa uang yang diberikan Madukha senilai Rp.297,1 juta,” ujar Jaksa Penuntut Umum, Hesti saat membacakan dakwaan terdakwa Sya’roni Aliem.
Lebih lanjut, JPU menjelaskan bahwa terdakwa Sya’roni Aliem diangkat menjadi kepala Desa Gempolsari Kecamatan Tanggulangin, Sidoarjo pada tahun 2016 menggantikan kades Abdul Haris. Perkara tersebut bermula saat tahun 2019, terdakwa berinisiatif meminta sisa dana pemberian ganti rugi lahan persil 68 d I nomor 482 buku letter c/buku kretek desa Gempolsari yang juga bermasalah hukum (dilakukan penuntutan Kejari tahun 2022) yang masih disimpan oleh pengurus masjid Al-Istiqomah dengan ketuanya yakni Madukha.
Kemudian, terdakwa memerintahkan empat orang untuk menemui Madukha untuk menyampaikan maksud dan tujuan meminjam uang sisa pencairan ganti rugi lahan persil 68 d I nomor 482 buku letter c/buku kretek desa Gempolsari yang masih tersimpan di rekening masjid Al-Istiqomah untuk keperluan pembangunan desa. Dengan alasan dana APBDes yang saat itu dikelola oleh terdakwa tidak mencukupi untuk kebutuhan pembangunan desa.
“Setelah mendengar itu, Madukha menyampaikan akan membicarakan persoalan tersebut kepada pengurus takmir masjid. Namun upaya itu mendapat penolakan dari pengurus masjid. Sehingga dana tersebut tidak jadi diberikan kepada terdakwa,” terangnya.
Beberapa waktu kemudian, terdakwa Sya’roni Aliem menyuruh Surahman alias Njin mendatangi Fatchul Mubin untuk meminta uang sisa pencairan tersebut dengan membawa rekaman suara milik terdakwa. Rekaman suara tersebut berisikan jika yang sisa uang ganti rugi tersebut tidak diserahkan, maka jika ada persoalan di kejaksaan tidak akan dibantu dan tidak mau bertanggungjawab.
Merasa khawatir dengan ancaman tersebut pengurus masjid berniat memberikan uang sisa ganti rugi tersebut dengan syarat diserahkan dihadapan seluruh anggota Takmir masjid Al-Istiqomah beserta para tokoh masyarakat. Kemudian pada Kamis, 15 Agustus 2019 dilakukan pertemuan bertempat di Balai Desa Gempolsari dan pada 23 Agustus 2019 di Masjid Al-Istiqomah untuk penyerahan uang tersebut sebesar Rp 297,1 Juta.
Uang tersebut merupakan dana Takmir masjid Al-Istiqomah dari hasil jual tanah dan bangunan TPQ (lahan persil 68 d I nomor 482 buku letter c/buku kretek desa Gempolsari) dari Madukha kepada terdakwa, dengan tujuan nantinya uang sisa pencairan ganti rugi tersebut akan digunakan untuk membeli tanah dan bangunan TPQ yang baru, sebagai pengganti TPQ Al-Istiqomah lama yang telah mendapat ganti rugi dari BPLS
Namun, hingga saat ini realisasi penggunaan dana sebesar Rp.284 juta yang rencananya akan digunakan untuk pembelian tanah dan bangunan TPQ yang baru tak kunjung terealisasi. Dan pada saat dilakukan pemeriksaan oleh penyidik Kejaksaan Negeri Sidoarjo pada 14 Jul 2022, terdakwa menyatakan bahwa uang senilai Rp.197, 1 Juta digunakan untuk keperluan pribadi, sedangkan sisanya senilai Rp.100 juta diserahkan kepada Jumali untuk pembelian lahan.
“Namun berdasarkan keterangan Jumali uang senilai Rp.100 juta tersebut diserahkan kembali kepada Sya’roni Aliem pada Februari 2021 silam,” terang JPU Hesti melanjutkan dakwaan.
Selaku kepala desa, lanjut JPU, Terdakwa Sya’roni Aliem dengan sengaja menggelapkan uang senilai Rp.297,1 juta untuk kepentingan sendiri. Diketahui uang tersebut digunakan untuk pembayaran cicilan sepeda motor sebanyak 2 unit masing-masing senilai Rp.1.900.000/bulan, membayar listrik Rp.1,2 juta/bulan, belanja rumah tangga Rp.4 juta perbulan, kebutuhan anak sebesar Rp. 3,2 juta perbulan dengan jumlah keseluruhan penggunaan uang selama sebulan mencapai Rp.10.300.000 perbulan, dan dihitung selama 15 bulan menjadi Rp.154 jutaan.
“Sisanya yakni sebesar Rp.43 juta digunakan terdakwa untuk operasional alias transport terdakwa sebagai kades,” terangnya.
Sementara uang senilai Rp. 100 juta dari Jumali, lanjut JPU, yang senilai Rp. 40 juta digunakan terdakwa untuk kampanye Pilkades pada tahun 2022, dan sisanya sebesar Rp. 60 juta disimpan di lemari rumahnya untuk dana cadangan.
Usai pembacaan dakwaan, sidang kembali dilanjutkan pekan depan dengan agenda saksi. (Had).