Majelis Hakim Tipikor Geram Eks Kasie PMD Kecamatan Padangan Bojonegoro Tak Paham Aturan Pengelolaan BKKD

oleh -62 Dilihat
Foto : Sidang Dugaan Korupsi BKKD di Kecamatan Padangan, Kabupaten Bojonegoro, Senin, (9/10/2023).

Sidoarjosatu.com ; Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya dibikin geram dengan beberapa pernyataan saksi Tamsil saat dihadirkan sebagai saksi atas terdakwa Bambang Soedjatmiko dalam kasus dugaan korupsi Bantuan Keuangan Khusus Desa (BKKD) di delapan desa Kecamatan Padangan, Bojonegoro. Pasalnya, Saksi Tamsil eks Kasie Pemberdayaan Masyarakat Desa di Kecamatan Padangan mengaku tidak memahami aturan terkait mekanisme pengelolaan BKKD hingga pengadaan barang dan jasa.

Hal itu sebagaimana tertuang dalam Peraturan Bupati Nomor 13 Tahun 2019 tentang perubahan atas Peraturan Bupati Nomor 12 tahun 2017 tentang pedoman pengelolaan bantuan keuangan kepada pemerintah desa, dan Peraturan Bupati nomor 11 tahun 2021 tentang Tatacara Pengadaan Barang dan Jasa di Desa. Selain Tamsil, saksi lain yang dimintai keterangan diantaranya, Nur Halim sebagai Bendahara Desa Prangi, Farida Agustin Ekowati sebagai Sekretaris Desa Prangi, serta empat orang saksi dari swasta, Achmad Agus Afandi, Hari Purwanto, Achmad Amiruddin, Edwin Setyo Adiwiranto.

“Bagaimana mungkin saudara tidak tahu aturan tersebut, sedangkan saudara sudah lama menjabat sebagai kasie PMD di Kecamatan,” ujar Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya, Hj. Halima Umaternate, Senin, (9/10/2023).

“Iya yang mulia, saya tidak tahu, dan belum pernah mendapat pembekalan dari pemkab,” ungkap Tamsil.

Tamsil merupakan eks Kasie PMD Kecamatan Padangan, Bojonegoro sejak tahun 2019 hingga 2022. Tamsil bertugas menyiapkan pemberdayaan dan peningkatan SDM terutama dalam meneruskan program pemerintah daerah ke tingkat desa.

Disinggung soal BKKD di Kecamatan Padangan, Tamsil menjelaskan bahwa sebelumnya dia mendapatkan informasi akan adanya program bantuan BKKD yang bersumber dari APBD ke desa. Selanjutnya, Tamsil meneruskan informasi tersebut ke desa-desa.

Sedikitnya, Ada sembilan dari 16 desa yang disetujui mendapat bantuan tersebut. Kesembilan desa tersebut diantaranya, desa Cendono, Kendung, Kebonagung, Dengok, Kuncen, Prangi, Purworejo, dan Tebon. Namun faktanya, delapan dari sembilan desa tersebut menyalahi aturan dalam pengelolaan bantuan keuangan khusus Desa.

“Kami disuruh memantau apakah pengajuan proposal sudah dilakukan pihak desa atau belum,” ujar Tamsil menjawab pertanyaan JPU.

Lebih lanjut, dihadapan Majelis Hakim Tamsil menceritakan bahwa sebelum pengajuan proposal, para kepala desa sempat dikumpulkan dikantor PU untuk mendapat pembekalan dari ULP terkait mekanisme pembangunan dan pengadaan barang dan jasa dalam program BKKD tersebut. Tidak hanya itu, Tamsil dan Camat Padangan, Heru Sugiharto juga diketahui melakukan beberapa pertemuan dengan para kades ditempat berbeda.

“Memang kami yang menghubungi para kades karena diperintah Pak Camat. Tolong diberitahu persiapan pengajuan dan seterusnya. Untuk langkah selanjutnya kita masih menunggu,” terangnya.

Selain itu, JPU juga menyinggung pertemuan para kades di ruang PMD. Menurutnya, pertemuan tersebut terjadi secara spontan sesaat setelah para kades mendapat pembekalan dari ulp terkait pelaksanaan dan tatacara system’ lelang. Selain para kades, diruangan tersebut juga ada Camat dan terdakwa Bambang Soedjatmiko.

“Ada Pak Bambang. Saya sendiri tidak tahu kok tiba-tiba ada diruangan saya. Saya juga tidak kenal. Saya pikir itu orangnya pak camat dan yang mengundang juga pak camat,” ungkapnya.

Selain pertemuan itu, Tamsil juga mengaku pernah diundang camat dalam pertemuan di Kebon Jambu bersama para kades. Dalam persidangan juga terungkap bahwa Tamsil bersama Sekcam juga pernah mengumpulkan tim pelaksana di warung angkringan Solorejo. Konon, dalam pertemuan tersebut juga terdapat terdakwa Bambang Soedjatmiko.

“Diperintah Pak Camat. Ada Pak Bambang juga disana. Karena yang memberikan materi pak Bambang. Mulai mekanisme lelang, tentang proposal dan spj,” tambahny

Kendati setiap pertemuan membahas tentang tataca pelaksanaan lelang, faktanya pengerjaan proyek di delapan desa tersebut dilakukan tanpa proses lelang. “Tidak ada pak. Saya sering menegur sama beliau (Bambang). Karena awalnya dia sanggup melakukan lelang. Waktu di Warung Angkringan juga begitu, semua nanti saya yang akan mengerjakan katanya (Bambang),” jelasnya

Selain itu, dalam Fakta persidangan juga terungkap bahwa proses pencairan dana dari rekening desa tersebut tanpa melalui proses RPD (Rencana Penarikan Dana)

“Proses pencairan harusnya melalui saudara tidak sebelum ke camat, kenapantidak ada RPD bisa cair?, tanya Majelis Hakim. “Iya pak. Tidak tahu. Cair sendiri,” singkatnya

Disisi lain, Kuasa Hukum terdakwa Yohannes Dipa menanyakan saksi seputar kewenangan lelang dalam pengerjaan rigid beton dan jalan aspal yang menggunakan anggaran BKKD. Bahkan saksi juga dicecar terkait bentuk monitoring dan pengawasannya sebagai Kasi PMD Kecamatan Padangan

“Saksi tahu tidak, kalau pengerjaan ini dilakukan tanpa lelang, dan jika sudah tahu kenapa enggak dilaporkan ke camat kalau pengerjaan ini melanggar,” ujar penasehat hukum terdakwa

“Iya tahu. Saya tahunya lelang dari pak Bambang. Dan timlak sudah saya tegur berkali-kali jika ada kesulitan agar menghubungi pak Bambang. Saya juga sudah lapor ke camat. Katanya harus koordinasi dengan Bambang,” jawab Tamsil

Selain itu, penasihat hukum terdakwa juga menyinggung soal janji-janji terdakwa kepada pihak camat maupun perangkat desa, mengingat pengerjaan pembangunan tersebut dilakukannsecara tidak wajar

“Tidak pak. Tidak ada,” singkat Tamsil. (Had).

No More Posts Available.

No more pages to load.