Dua Orang Ahli A de Charge Sahat Tua P Simanjuntak Dihadirkan di Pengadilan Tipikor Surabaya

oleh -130 Dilihat
Foto : Sidang lanjutan kasus dana hibah Pokir di Pengadilan Tipikor Juanda, Selasa, (22/8/2023).

Sidoarjosatu.com ; Sidang perkara dugaan korupsi yang melibatkan Wakil Ketua DPRD Provinsi Jawa Timur non aktif, Sahat Tua P Simanjuntak atas kasus korupsi dana hibah Pokok Pikiran (Pokir) APBD Pemprov Jatim kembali digelar di Pengadilan Tipikor Surabaya, di Juanda Sidoarjo. Kali ini dua saksi ahli didatangkan untuk dimintai keterangannya, yakni Guru Besar Hukum Tata Negara, Prof, Dr. Eko Sugitario, SH dan Sholahuddin Ahli Hukum Pidana Universitas Bhayangkara (Ubhara) Surabaya.

Saat memberikan keterangan, Majelis Hakim memberikan kesempatan kepada terdakwa untuk menanyakan langsung kepada ahli. Pertama, Sahat menanyakan perihal kualifikasi keterangan dua orang saksi, bilamana seorang saksi ternyata telah meninggal dunia sebelum diminta keterangan oleh penyidik kejaksaan.

“Sampai mana keterangan yang hidup jadi alat bukti yang sah, kalau tersangka lainnya sudah mati,” tanya Sahat.

Kedua perihal pengakuan bersalah seorang terdakwa apakah dapat menjadi alat bukti dalam sebuah kasus tindak pidana. ” Dan apakah pengakuan bersalah seorang terdakwa, itu cukup dijadikan sebagai alat bukti, atau didukung oleh alat bukti yang lain,” tanya Sahat kembali.

Sholahuddin yang mendengarkan, kemudian menjelaskan bahwa alat bukti keterangan saksi dinyatakan sah bilamana berjumlah lebih dari satu orang, atau minimal dua orang. Namun keterangan dua orang saksi tersebut, tidak boleh saling bertentangan.

“Kecuali, misal dalam UU KDRT. Normanya ada pengecualian. Keterangan saksi korban, bisa digunakan alat bukti. Dengan catatan, harus didukung oleh alat bukti lainnya. Misal alat bukti keterangan ahli, surat, petunjuk, harus didukung,” jawab Sholahuddin.

Lantas, bagaimana jika ada seorang saksi meninggal dunia, ahli pun mendesak pihak penyidik untuk mencarikan keterangan saksi tambahan yang lain dengan kualifikasi yang mumpuni.

Jikalau dipaksakan menggunakan jumlah saksi yang terbatas. Terlebih, jumlah saksi tersebut hanya satu orang. Besar kemungkinan saksi tersebut, akan menyampaikan pernyataan bermuatan kebohongan.

“Bagaimana cara membuktikan. Ya cari alat bukti lain. Petunjuk. Itupun harus memenuhi KUHP. Apa itu pentunjuk dan sebagainya. Semua harus dijelaskan hukum acara pidana. Kalau tidak bisa memenuhi itu, maka itu artinya tidak cukup bukti,” jelasnya.

Selain itu, keterangan terdakwa yang mengakui perbuatannya, menurutnya, sudah dianggap sah menjadi salah satu alat bukti. Karena, keterangan tersebut, kualifikasinya sama seperti keterangan ahli. Apalagi, keterangan terdakwa merupakan keterangan yang disampaikan di hadapan majelis hakim yang disertai sumpah.

“Harus ada alat bukti yang sah. Agar dapat dibuat memidana seseorang. Minimal harus 2 alat bukti dan keyakinan hakim. Keyakinan hakim itu ada 4 aspek. Yakni Ainul Yaqin, Haqqul Yaqin, Khusnul yaqin. Dan Nurul yaqin, yang harus digunakan oleh hakim agung atau MK,” tegasnya.

Saat ditemui seusai persidangan, Sholahuddin menjelaskan, UU Tipikor dari masa ke masa mengalami perubahan yang di mulai sejak zaman setelah kemerdekaan. Mulai dari awal UU Tipikor; UU No 3 Tahun 1971. Hingga sampai pada UU No 20 tahun 2003.

Oleh karena itu, dalam proses memahami sebuah interpretasi delik tindak pidana, perlu adanya pemahaman berdasarkan satu interpretasi. Melainkan, perlu adanya pemahaman interpretasi kesejarahan hingga gramatika atau bahasa.

“Supaya tepat. Di dalam kita menafsirkan norma yang diatur dalam UU Tipikor. Sehingga tidak terkesan penegakkan hukum korupsi secara sembarangan,” katanya.

Sepanjang mengikuti dan menyampaikan keterangan sebagai ahli. Sholahuddin mengapresiasi kejelian majelis hakim dalam menguliti poin per poin dalam kasus ini. Terutama saat majelis hakim menanyakan pembayaran uang pengganti. Ia mengatakan, sanksi pembayaran uang pengganti itu merupakan pidana tambahan dan bukan pidana pokok. Kecuali berkaitan dengan kasus yang dapat merugikan keuangan negara.

Sholahuddin berpesan agar pihak penuntut umum berhati-hati dalam mendakwa dan menuntut seorang terdakwa. Berat atau ringannya dakwaan dan tuntutan yang diberikan juga harus didasarkan pada ketersediaan alat bukti yang sesuai kualifikasi dan sah.

Sementara itu, JPU KPK Arif Suhermanto mengatakan, keterangan ahli hukum pidana selama persidangan dianggapnya makin memperkuat dakwaan yang dibuatnya.

“Dan kami kira cukup mendukung pembuktian kami, terkait unsur 55 terkait unsur pasal 12. Kami kira gak ada masalah. Justru itu menguatkan pembuktian perkara kami,” ujarnya selepas persidangan.

Ahli hukum pidana sempat membahas mengenai Pasal 55 turut sertanya terdakwa Rusdi dalam membantu terdakwa Sahat dalam melakukan tindak pidana korupsi. Hal tersebut menurutnya sah-sah saja. Apalagi, sosok terdakwa Rusdi bukanlah sosok pegawai dalam lembaga penyelenggara negara ataupun pegawai negeri sipil (PNS).

“Terdakwa Rusdi bukan penyelenggara negara, dan bukan pegawai negeri. Tetapi kita kaitkan dengan pasal 12 karena unsur 55 penyertaan sebagai pelaku di dalam, entah itu telah melakukan atau disuruh melakukan,” tandasnya. (Had).

No More Posts Available.

No more pages to load.