,

Dugaan Korupsi BKDD Di Bojonegoro ; Kades Akui Proyek Dilakukan Tanpa Proses Lelang

oleh -507 Dilihat
Foto ; Sidang lanjutan Kasus Bantuan Keuangan Khusus Desa (BKKD) Kabupaten Bojonegoro di Pengadilan Tipikor Surabaya, Senin, (11/9/2023)

Sidoarjosatu.com ; Kepala Desa Dengok, Suprianto dan Kepala Desa Purworejo, Sakri mengakui jika proses pembangunan jalan yang bersumber dari anggaran Bantuan Keuangan Khusus Desa (BKKD) tahun 2022 dilakukan tanpa proses lelang. Keterangan itu disampaikan keduanya saat bersaksi atas terdakwa Bambang Soejatmiko dalam kasus dugaan korupsi proyek Bantuan Keuangan Khusus Desa (BKKD) di delapan desa di Kecamatan Padangan, Kabupaten Bojonegoro di Pengadilan Tipikor Surabaya, di Juanda Sidoarjo, Senin, (11/9/2023).

Selain dua kades, Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Bojonegoro juga menghadirkan eks camat Padangan, Heru Sugiharto yang kini menjabat sebagai Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak Kabupaten Bojonegoro. Ketiganya dimintai keterangan secara terpisah.

Dalam kesaksiannya, Kepala Desa Dengok, Suprianto menceritakan awal mula mendapatkan bantuan keuangan khusus desa (BKKD) yang bersumber dari APBD Kabupaten Bojonegoro. Saat itu, dirinya bersama sembilan kades lainnya mendapat informasi terkait program tersebut dari Camat Padangan. Diantaranya, Desa Cendono, Desa Kuncen, Desa Kebonagung, Desa Kendung, Desa Prangi, Desa Purworejo, dan Desa Tebon.

Setelah itu, dirinya diminta oleh camat untuk segera membuat proposal pengajuan di tahun. “Waktu itu sempat dilakukan survei ke desa oleh PU Bina Marga sekitar bulan April hingga Mei. Survei untuk menentukan kelayakan menerima bantuan tersebut,” ucap Suprianto kepada Majelis Hakim.

Untuk desa Dengok, anggaran yang diajukan dalam proposal senilai Rp.1,070 miliar. Namun setelah terbit SK Bupati, bantuan BKKD yang disalurkan melalui APBDes berjumlah Rp.1,726 miliar. Anggaran tersebut diperuntukkan pembangunan aspal dan rigid beton. “SK diserahkan secara kolektif melalui kecamatan Padangan,” tambahnya.

Sebelum pelaksanaan pembangunan, pihaknya bersama para kepala desa penerima bantuan BKKD dan didampingi camat sempat mendapat sosialisasi dari PU Bina Marga berkaitan dengan program bantuan tersebut. Dalam sosialisasi itu juga dijelaskan tentang mekanisme pembangunan yang nilainya diatas Rp.200 juta harus menggunakan proses lelang.

“Berarti saudara tahu kalau proyek itu seharusnya menggunakan system’ lelang?,” Tanya Majelis Hakim. “iya tahu yang mulia,” jawab Suprianto.

Setelah dicecar dengan beberapa pertanyaan Majelis Hakim, Suprianto kemudian menjelaskan bahwa ada beberapa pertemuan para kades penerima bantuan dengan camat Padangan. Pertemuan pertama dilakukan di pendopo kecamatan. Saat itu, para kades yang hadir dikenalkan oleh camat dengan terdakwa Bambang Soedjatmiko. Bambang merupakan seorang pensiunan PU Bina Marga Provinsi Jawa Timur. Bambang juga dikenal sering menggarap proyek pembangunan jalan.

“Katanya dia (Bambang) sudah biasa mengerjakan hal ini. Pak Bambang katanya juga punya saudara di Polres, Inspektorat dan Kejaksaan. Jangan kuatir,” jelasnya. “Setelah itu Pak Camat bilang, silahkan gunakan pak Bambang,” akunya.

Usai pertemuan tersebut, para kades kemudian dibuatkan grup whatsapp oleh camat dengan alasan koordinasi. Selang beberapa waktu kemudian, para kades kembali diundang oleh camat yang berlokasi di Kebon Jeruk milik Kades Suprianto. Pertemuan kedua tersebut juga menghadirkan Bambang. Dalam pertemuan tersebut Camat Heru Sugiharto meminta kepada para kades agar segera menyelesaikan proyek tersebut.

“Pak Bambang mengatakan menyanggupi proyek tersebut untuk diselesaikan. Dan Nanti untuk SPJ dan lain-lain yang buat beliaunya (Bambang),” tegas Suprianto menirukan.

Tak sampai disitu, Camat kembali menggelar pertemuan ketiga di Kebun Jeruk miliknya. Pada pertemuan tersebut Camat juga meminta agar para kades segera menyelesaikannya. Hingga akhirnya proses pembangunan itu dilakukan dengan melibatkan Bambang Soedjatmiko tanpa melalui proses lelang.

“Kami hanya menjalankan apa yang diperintah Pak Camat. Kami tidak bisa menolak. Sebab, beliau pembina kami (para kades),” terangnya.

Suprianto mengakui selama proses berjalannya waktu, pihak desa sudah melakukan pencairan melalui rekening desa. Saat itu, desa Dengok mencairkan anggaran sekitar Rp.800 jutaan. Anggaran tersebut kemudian diminta oleh Bambang sebanyak Rp 500 juta. “Pertama 300 juta, kemudian yang kedua 200 juta. Sebab pak Bambang mengaku saat itu tidak punya uang untuk melanjutkan pembangunan , , seperti menyewa alat berat dan pembelian bahan material,” tambahnya,

Senada juga disampaikan Sakri, Kades Purworejo. Dia yang baru menjabat sejak tahun 2020 menyesal telah mengikuti arahan camat dalam merealisasikan pembangunan tersebut. Disamping belum kelar proses pengerjaannya, Sakri mengaku telah menggunakan uang pribadinya sebesar Rp.300 juta untuk melanjutkan proyek pembangunan jalan tersebut.

“Pekerjaannya belum tuntas. Hanya beberapa persen saja. Sedangkan anggaran yang sudah saya berikan sekitar Rp.600 juta yang dibagi dua termin. Saya cari-cari pak Bambang supaya bisa melanjutkan itu. Tapi dia hanya janji-janji saja. Sampai-sampai saya harus menggunakan uang pribadi untuk melanjutkan pekerjaan itu,” kata Sakri.

Diakui, dalam program BKKD, desa Purworejo mendapat bantuan sekitar Rp.2,5 miliar. Hanya saja pada tahap pertama anggaran yang bisa dicairkan sebesar Rp.1,2 miliar. Anggaran tersebut kemudian dititipkan ke Pondok Pesantren yang ada di desa tersebut dengan alasan keamanan.

“Bendahara saya enggak mau pegang uang tersebut karena takut. Sehingga saya titipkan ke Pondok alias kepada kiainya langsung. Bahkan saat penyerahan ke Pak Bambang pun juga dilakukan di Pondok dengan disaksikan kiai,” jelasnya.

Sakri mengakui jika realisasi pembangunan jalan dilakukan tanpa proses lelang sebagaimana Perbup Nomor 11 tahun 2021 tentang Pengadaan Barang dan Jasa. Namun pihaknya mengaku tidak ada pilihan lain selain mengikuti arahan Camat.

“Iya pak saya salah. Harusnya dilelang dulu. Pak Bambang waktu itu menyanggupi semuanya, termasuk urusan lelang,” ungkapnya dengan wajah menunduk. Pernyataan tersebut kemudian dibantah Majelis Hakim, mengingat yang memiliki kewenangan untuk melakukan lelang yakni perangkat desa, bukan pihak ketiga. “Yang melakukan lelang kan seharusnya kalian (desa), bukan pak Bambang,” tanya Majelis Hakim.

“siap yang mulia,” ungkap Sakri.

Sementara, Eks Camat Padangan, Heru Sugiharto saat dimintai keterangan membantah jika dirinya yang selama ini mengenalkan terdakwa dengan beberapa kades penerima bantuan. Meski berkali-kali diingatkan Majelis Hakim, saksi tetap bersikukuh menolak tuduhan tersebut.

“Ingat, saksi sudah disumpah. Sampaikan dengan sejujur-jujurnya,” tegas Majelis Hakim.

“Iya yang mulia, saya enggak mengenalkan. Bahkan sebelum ketemu saya, mereka (kades) sudah kenal duluan,” kata Heru.

Saat disinggung keberadaan Bambang di pendopo kecamatan, menurut Heru, Terdakwa datang sendiri untuk mencari kerja. Namun Majelis hakim kembali mengingatkan saksi untuk menyampaikan keterangan dengan jujur. “Enggak mungkin Pak Bambang datang ke Pendopo jika tak diundang. Apalagi saksi sedang ada koordinasi dengan para kades. Dan Pak Bambang juga ikut kumpul disitu. Gimana ceritanya,” ungkap Majelis Hakim.

“Enggak tahu yang mulia. Dia (Bambang) datang sendiri,” ungkap Heru.

Heru beralasan, selama ini komunikasi dan beberapa pertemuan yang dilakukan dengan para kades sekedar pembinaan dan pengawasan terkait bantuan BKKD. Namun hal itu terbantahkan saat Majelis Hakim menyinggung terkait pencairan dana yang harus melalui rekomendasi Camat serta pengerjaan proyek yang dinilai belum tuntas.

“Kalau saudara memang benar-benar melakukan pengawasan atau kontrol, apakah saudara tahu jika selama ini proyek yang dilakukan para kades ini dilalui tanpa lelang, pengerjaan belum tuntas dan lain sebagainya. Nah, bagaimana peran saudara,” tanya Majelis Hakim dengan nada heran.

“Kami hanya tiga bulan menjabat sebagai Camat yang mulia. Kami juga pernah mendatangi lokasi pembangunan. Nah, disitulah saya baru tahu kalau proyek ini dilakukan tanpa lelang. Setelah itu saya ingatkan kades untuk segera melelang pengerjaan itu,” dalih Heru.

Namun pernyataan tersebut kembali dibantah Majelis Hakim, mengingat, pengerjaan itu sudah dilakukan pihak ketiga, dan anggaran pun juga sudah dicairkan. Pernyataan Heru kemudian di konfrontir dengan saksi kepala desa Sakri, baik terkait perkenalannya dengan terdakwa, beberapa pertemuan yang digelar dengan melibatkan terdakwa hingga pencairan anggaran BKKD. (Had).

No More Posts Available.

No more pages to load.