Dugaan Korupsi BKKD di Bojonegoro, Ini Kata Ahli

oleh -180 Dilihat
Foto : Sidang lanjutan perkara dugaan koruosi dana BKKD di Kabupaten Bojonegoro, di Pengadilan Tipikor Surabaya, Senin, (30/10/2023).

Sidoarjosatu.com – Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Bojonegoro menghadirkan dua ahli dalam sidang lanjutan dugaan tindak pidana korupsi Bantuan Keuangan Khusus Desa di delapan desa di Kecamatan Padangan, Bojonegoro, Jawa Timur bertempat di Pengadilan Tipikor Surabaya Jalan Juanda Sidoarjo. Kedua saksi diantaranya, Erwin dari Inspektorat Kabupaten Bojonegoro, dan Achmad Karsono dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP).

Dihadapan Majelis Hakim, Karsono menjelaskan seputar mekanisme pengadaan barang dan jasa, yang mana harus menerapkan prinsip-prinsip pengadaan barang dan jasa. Seperti efektif, efisien, transparan, gotong royong, dan akuntabel. Jika hal tersebut tidak dilaksanakan maka akan berpotensi melanggar ketentuan.

“Bisa jadi melanggar hukum yang berlaku,” jelas Karsono, Senin, (30/10/2023).

Lebih lanjut, Ahli menerangkan bahwa pengadaan barang dan jasa di desa menjadi tanggungjawab penuh desa. Baik kepala desa sebagai kuasa pengguna anggaran, tim pelaksana maupun penyedia. Hal itu sebagaimana tertuang dalam pasal 1 ayat 1 Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 Tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa.

Peraturan Bupati Nomor 11 tahun 2021 tentang pengadaan barang dan jasa di desa, serta petunjuk teknis (Juknis) kegiatan Bantuan Keuangan Khusus Desa yang bersumber dari APBD. “Tujuan dilaksanakannya pengadaan barang dan jasa, tepat biaya, tepat waktu, kualitas, harga dan tepat alokasinya. Sehingga Rp.1 pun harus dipertanggungjawabkan,” tegasnya.

Dalam pelaksanaanya, lanjut Karsono, harus dituangkan dalam surat perjanjian kerja (SPK), baik dengan cara pembelian langsung, swakelola, maupun lelang. Jika nilai pengadaannya mencapai Rp. 50 juta maka bisa dilakukan dengan cara pengadaan langsung. Jika nilainya berada di kisaran Rp.50-200 juta, maka bisa dilakukan penunjukan langsung, sedangkan jika nilainya diatas Rp.200 juta maka harus melalui proses lelang.

“Mulai dari pendaftaran dan pengambilan dokumen, penawaran, evaluasi penawaran, negoisasi dan penetapan pemenang lelang hingga diumumkan melalui media informasi dan elektronik. Hal ini lah yang akan mencegah dari pemborosan keuangan negara maupun mencegah terjadinya penyimpangan terhadap keuangan negara,” jelasnya.

Penasehat hukum terdakwa, Pinto Utomo sempat menyinggung pihak yang paling bertanggungjawab atas pelaksanaan pengadaan barang dan jasa di desa, hingga pihak yang bertanggungjawab dalam pembuatan laporan pertanggungjawaban (LPJ) atas kegiatan tersebut.

Menurut Ahli, terkait pengadaan barang dan jasa di desa menjadi tanggungjawab penuh desa dalam hal ini tim pelaksana. Begitupun dengan pembuatan LPJ atas kegiatan tersebut. Namun demikian, dalam hal pengelolaan dana bantuan keuangan khusus menjadi tanggungjawab kepala desa.

Sementara berdasarkan keterangan Ahli dari Inspektorat, Erwin mengungkapkan pihaknya sudah melakukan audit terkait pembangunan aspal dan rigid beton di delapan desa di kecamatan Padangan, Bojonegoro. Hasilnya, pembangunan tersebut tidak sesuai dengan yang diharapkan.

“Semua desa (delapan desa) terjadi kekurangan dan tidak sesuai dengan spesifikasi teknis,” ujar Erwin.

Erwin mencontohkan seperti desa Cendono. Di desa tersebut, dari anggaran senilai Rp.400 juta yang diserahkan kepada terdakwa Bambang, anggaran yang bisa dipertanggungjawabkan sebesar Rp.796.766.573,16. Sedangkan berdasarkan data yang tidak bisa dipertanggungjawabkan senilai Rp, 3.233.426,83.

Sementara di desa Kebonagung, dari anggaran yang diterima terdakwa Bambang senilai Rp.200 juta, yang bisa dipertanggungjawabkan sebesar Rp. 115.832.526,49. Sedangkan anggaran yang tidak bisa dipertanggungjawabkan sebesar Rp.84.167.473,51.

“Adanya temuan itu, setelah dilakukan audit terkait penghitungan kerugian negara dalam program BKKD tahun 2021,” jelasnya.

Audit itu dilakukan setelah adanya permintaan dari penyidik Polda Jatim dan Pimpinan Inspektorat berkaitan dengan pengerjaan pembangunan aspal dan rigid beton. Metode yang digunakan dalam audit tersebut yakni menelaah semua dokumen pertanggungjawaban yang ada di desa, serta melakukan pengukuran bersama tim teknis, melakukan uji lab terkait hasil pembangunan, hingga menghitung kerugian negara berdasarkan fisik yang sudah terpasang.

Bambang Soedjatmiko didakwa pasal 2, subsidair pasal 3 juncto pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto pasal 65 ayat (1) KUHP.

Bambang Soedjatmiko merupakan rekanan yang ditunjuk desa untuk melaksanakan proyek pembangunan aspal dan rigid beton di delapan desa di kecamatan Padangan, Kabupaten Bojonegoro dengan menggunakan Bantuan Keuangan Khusus Desa (BKKD) pada tahun 2021. Adapun total kerugian negara diperkirakan mencapai Rp.1,6 miliar dari jumlah keseluruhan anggaran di delapan desa sebesar Rp. 6,3 miliar. (Had).

No More Posts Available.

No more pages to load.