SIDOARJOSATU.COM – Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar Kabupaten Sidoarjo menggelar Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Quo Vadis Pilkada Langsung (Efisiensi atau Kemunduran Demokrasi?)” di kantor DPD Partai Golkar Sidoarjo, Jumat malam (27/12/2024). Kegiatan ini dihadiri oleh berbagai tokoh dari kalangan organisasi kepemudaan, ormas, tokoh agama, akademisi, partai politik, dan organisasi kemahasiswaan.
Wacana pemilu kepala daerah bisa dipilih melalui DPRD kembali mencuat setelah Presiden Prabowo Subianto mengungkapkan dalam pidatonya pada acara Hari Ulang Tahun (HUT) ke-60 Partai Golkar di Sentul, Bogor, pada 12 Desember 2024 lalu. Dalam pidatonya, Prabowo menyebutkan bahwa beberapa negara seperti Singapura, Malaysia, dan India telah berhasil menghemat anggaran Pilkada dengan menggunakan sistem pemilihan melalui DPRD.
Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Sidoarjo, Adam Rusydi, mengungkapkan kegiatan FGD ini merupakan inisiatif dari Golkar untuk mendengarkan langsung berbagai masukan dari masyarakat, apakah Pilkada langsung yang sudah berjalan sampai saat ini sudah sesuai dengan harapan bersama.
“Ini belum menjadi sikap resmi partai Golkar, apakah Golkar nantinya mendukung mekanisme pemilihan melalui DPRD atau pemilahan langsung. Karena pada dasarnya, partai Golkar mengajak masyarakat untuk berdiskusi, apakah Pilkada langsung yang sekarang dilaksanakan sudah sesuai dengan harapan bersama. Evaluasi ini tentunya tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat dan perlu adanya kajian mendalam,” ungkap Adam Rusydi yang juga anggota DPRD Jawa Timur.
Dari hasil diskusi bersama para tokoh di Sidoarjo, pihaknya menilai ada pro kontra terkait wacana tersebut. Meski demikian hasil dari diskusi tersebut nantinya akan menjadi bahan diskusi lebih lanjut terutama di internal partai.
“Tentu kami senang menerima masukan dari elemen maupun tokoh masyarakat. Nantinya, hasil dari FGD ini akan kami lakukan kajian, kami akan diskusikan dengan internal kami, apakah ada tahapan-tahapan selanjutnya untuk membahas pilkada langsung atau pIlkada melalui DPRD,” terangnya.
Sementara itu, Ketua PCNU Sidoarjo, KH. Zainal Abidin, memberikan pandangannya terkait wacana Pilkada melalui DPRD. Menurutnya, pemilihan kepala daerah melalui legislatif tersebut cukup efektif jika (sudut pandang) yang dikhawatirkan terjadinya perpecahan, dan merusak silaturahmi saat dilakukan Pilkada langsung.
“Masyarakat yang sebenarnya sudah punya kebersamaan yang sama-sama ingin membangun kabupaten dan Indonesia, tapi ketika ada pilkada yang melibatkan seluruh masyarakat menjadikan kita tercerai berai, saling bermusuhan. Dan situasi seperti itu biasanya sampai sekian tahun belum sembuh,” terangnya.
Lantas, jika nantinya pilkada dipilih melalui DPR, apakah dapat mengurangi nilai-nilai demokrasi?, Menurutnya hal itu tergantung bagaimana kita melihat sudut pandang demokrasi.
“Karena sekali lagi wacana demokrasi di Indonesia ini yang diwujudkan dengan pemilu seakan-akan terjadi trial and eror. Jadi ingin mencari formula demokrasi yang pas sesuai dengan peradaban murni di Indonesia. Tapi sampai hari ini masih belum menemukan. Tidak apa-apa karena ini masih dalam proses. Amerika saja yg sudah lama katanya demokrasi masih menemukan persoalan-persoalan ditengah masyarakat,” jelasnya.
“Dari Efisiensi? Itu juga menjadi perhitungan kita. Baik dari calon maupun biaya dari pemerintah. Saya pikir pilkada melalui DPRD akan lebih efektif dan efisien dari sisi anggaran,” tambahnya.
Sementara Perwakilan akademisi, Wakil Rektor Universitas Ma’arif Hasyim Latif Sidoarjo, (UMAHA), menyarankan agar rakyat tetap harus dilibatkan dalam pesta demokrasi, meski Pilkada yang dilakukan dengan mekanisme DPR lebih menghemat anggaran. Ia juga menekankan pentingnya partisipasi masyarakat dalam menentukan sosok pemimpin.
“Menurut saya sistemnya yang harus diubah dan diperbaiki agar Pilkada tetap melibatkan masyarakat. Anggaran tetap harus efisien, namun rakyat juga perlu terlibat dalam menentukan masa depan daerahnya,” tambahnya.
Sementara itu, Ketua PC Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kabupaten Sidoarjo, Putri Maulidina, mengapresiasi atas digelarnya FGD ini. Ia menilai wacana Pilkada melalui DPRD bukanlah hal baru, isu ini kembali muncul karena adanya kekhawatiran terkait tingginya biaya Pilkada langsung yang dianggap boros. Namun, ia menekankan pentingnya edukasi politik kepada masyarakat untuk menanggulangi praktik money politics.
“pekerjaan rumah besar kita adalah memberikan edukasi politik kepada masyarakat kita, bagaimana masyarakat bisa tegas menolak money politik. Tapi sampai saat ini masih sulit menyadarkan masyarakat agar bisa menolak serangan fajar,” ujar Putri
Disamping itu, perlu adanya penguatan dari aspek penyelengara pemilu. Sebab netralitas penyelenggara pemilu menjadi ujung tombak dalam proses pemilu tersebut.
“perlu dilakukan penguatan dari penyelenggara pemilu. Jika menemukan pelanggaran pelanggaran, penyelenggara harus benar-benar menyampaikan dan jangan menutupi,” tegas Putri.
“Jika kami disuruh memilih, kami tetap berada di pilkada langsung, Jangan buru-buru mengubah undang-undangnya. Tapi bagaimana masyarakat kita, penyelenggara kita bisa diperbaiki. Sehingga pIlkada langsung dapat berjalan dengan baik, dan masyarakat juga mendapat pimpinan yang berkualitas,” tandasnya. (Had).