SIDOARJOSATU.COM – Anggota DPRD Sidoarjo dari Fraksi Golkar, M. Nizar menyarankan agar pilkada langsung dievaluasi setelah 20 tahun berjalan. Hal itu disampaikan M. Nizar usai mengikuti Focus Group Discussion (FGD) yang digelar oleh DPD Partai Golkar di kantor DPD Sidoarjo dengan tema “Quo Vadis Pilkada Langsung (Efisiensi atau Kemunduran Demokrasi?)”.
“Selama ini, pemilu langsung sudah berjalan 20 tahun, saatnya dievaluasi. Apa yang dikatakan Pak Presiden, Prabowo kemarin perlu dipertimbangkan. Karena selama ini pilkada langsung banyak mudharatnya. Seharusnya memang ada efisiensi,” ujar Nizar,
Nizar juga menyoroti penggunaan anggaran yang sangat besar dalam pilkada langsung, yang menurutnya tidak selalu memberikan hasil yang optimal.
“Bayangkan, 71 triliun uang yang habis sia-sia. Jika pemilukada melalui DPRD, anggaran itu bisa dialihkan dan dihemat. Bisa digunakan untuk pembangunan infrastruktur, pemberian makanan gizi secara gratis, penanganan stunting, dan lain-lain,” tegasnya.
M. Nizar juga berpendapat bahwa perubahan sistem ini tidak akan mengurangi nilai demokrasi, karena DPRD dipilih langsung oleh rakyat. “DPRD dipilih oleh rakyat, jadi rakyat sudah terwakili. Dan ketika calon kepala daerah diajukan oleh partai, tidak mungkin partai mencalonkan calon yang tidak layak,” tambahnya. Menurutnya, sistem ini akan mempermudah dalam memastikan bahwa calon yang diajukan memang berkualitas.
Meskipun banyak mahasiswa yang menolak ide ini, Nizar mencatat bahwa sejumlah kelompok, termasuk LSM dan organisasi kepemudaan, mendukung perubahan tersebut. “Ini masih panjang. Kalau disetujui, pemilihan kepala daerah melalui DPRD bisa dilakukan mulai 2029. Efisiensinya menurut saya cukup bagus,” kata Nizar.
M. Nizar juga menambahkan bahwa hasil evaluasi pilkada langsung dalam 20 tahun terakhir menunjukkan adanya sejumlah masalah, termasuk sejumlah kepala daerah yang terjerat kasus korupsi.
“Banyak bupati yang terpaksa ditangkap KPK. Itu juga jadi perhatian kita,” tandasnya.
Nizar menekankan pentingnya evaluasi dan diskusi yang lebih mendalam mengenai efektivitas pilkada langsung, serta mempertimbangkan opsi lain yang lebih efisien dan dapat menghasilkan pembangunan yang lebih bermanfaat bagi masyarakat.

Sementara, Wakil Ketua DPC PDI Perjuangan Sidoarjo, Nadia Bafaqih menyatakan bahwa partainya tetap menolak wacana pengalihan mekanisme pemilihan kepala daerah (Pilkada) dari sistem langsung menjadi sistem perwakilan DPRD. Alasannya, Pilkada langsung adalah hak rakyat untuk terlibat langsung dalam proses demokrasi. Memberikan suara langsung adalah bentuk kebebasan memilih yang harus dikawal.
“Kami sangat mengapresiasi kegiatan FGD ini karena banyak pembelajaran dan masukan yang kami dapatkan. Namun, PDI Perjuangan tetap akan pada posisi menolak. ujar Nadia.
Nadia menegaskan bahwa hak rakyat untuk memilih secara langsung tidak bisa dicabut. Menurutnya, pilkada langsung merupakan salah satu bentuk demokrasi yang harus dihormati.
“Ketika hak rakyat dicabut, itu berarti kita mengkhianati demokrasi itu sendiri,” tambahnya.
Lebih lanjut, Nadia juga mengkritisi alasan efisiensi anggaran yang sering dikemukakan oleh pihak yang mendukung pembatasan pilkada langsung. Ia menilai bahwa pengalihan sistem tersebut justru hanya memindahkan pengelolaan keuangan tanpa menyelesaikan masalah substansial.
“Pilkada langsung memiliki dampak positif, baik dalam pemberdayaan rakyat maupun pergerakan ekonomi. Kita juga perlu menguji, jika system’ pemilihan dilakukan oleh legislatif, apakah anggota legislatif di Sidoarjo yang berjumlah 50 benar-benar bersih dalam “pengelolaan anggaran”, tegasnya.
Nadia menyebut bahwa hal tersebut merupakan bagian yang tak terpisahkan dari demokrasi yang sehat. Menurutnya, perlu dilakukan evaluasi secara menyeluruh untuk mengidentifikasi dan mengatasi kecurangan yang mungkin terjadi selama proses pemilu.