Sidoarjosatu.com – Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menghadirkan asisten atau staf Wakil Ketua DPRD Jatim nonaktif Sahat Tua P Simandjuntak ; Gigih Budoyo sebagai saksi tambahan dalam agenda sidang lanjutan dalam perkara korupsi dana hibah pokok pikiran (Pokir) APBD Pemprov Jatim di Pengadilan Tipikor Surabaya, Juanda Sidoarjo. Gigih Budoyo pernah dihadirkan untuk pertama kali sebagai saksi atas terdakwa lain dalam kasus yang sama.
Dalam kesaksiannya, Gigih Budoyo dicecar oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengenai perkenalan dirinya dengan sosok Khosim. Khosim diduga kuat juga terlibat sebagai perantara yang memberikan uang kepada terdakwa Sahat.
Namun belakangan, Khosim diketahui telah meninggal dunia jauh sebelum adanya operasi tangkap tangan (OTT) atas kasus korupsi tersebut. “Gak kenal Khosim. Tidak menyimpan nomor Khosim. Tidak kenal Khosim,” ujar Gigih Budoyo dihadapan majelis hakim.
Selama ini nama dan sosok tersebut dikenalnya dari Ilham Wahyudi alias Eeng, terdakwa lain atas kasus tersebut, yang kini telah berstatus sebagai terpidana karena telah mendapatkan vonis dua tahun enam bulan penjara oleh hakim Pengadilan Tipikor Surabaya. Namun, saat JPU menyodorkan barang bukti elektronik yang dipampangkan melalui layar monitor persidangan, berisi mengenai transkipsi elektronik nomor ponsel Gigih Budoyo yang sempat menyimpan nomor kontak Khosim.
Nada suara Gigih Budoyo yang semula meninggi berangsur-angsur pelan. “Tidak ada yang ingin saya sampaikan. Tidak (kenal). Saya tidak ingat (kapan menyimpan nomor),” katanya.
Menyadari bahwa saksi yang dihadapinya tengah berkelit, JPU kemudian menanyakan kedekatan sosok Khosim dengan Sahat. Gigih Budoyo menegaskan, dirinya tak mengetahui sejauh mana kedekatan Sahat dengan sosok Khosim.
“Tidak tahu. Hanya jawab ‘waduh’ (saat Sahat tahu Khosim meninggal),” jawabnya.
Lantas, jika tidak saling kenal, JPU melanjutkan, lantas mengapa Sahat repot-repot membuat karangan bunga ucapan belasungkawa saat Khosim meninggal dunia beberapa tahun lalu. Gigih Budoyo pun tetap mengaku tidak mengetahuinya. “Saya tidak tahu,” pungkasnya.
Sementara itu, kesaksian Gigih Budoyo didengarkan langsung oleh terdakwa Sahat dan terdakwa Rusdi. Sahat juga diberikan kesempatan oleh Majelis Hakim untuk menyampaikan tanggapan atau menyodorkan pertanyaan. Namun, Sahat memilih memanfaatkan untuk menanggapi konteks pertanyaan mengenai dirinya kerap membuatkan karangan bunga.
“Memang saya kadang membuatkan (karangan bunga) Tapi karena ekspresi aja, tahun itu banyak yang meninggal dunia (MD) karena Covid-19,” ujar Sahat.
Kemudian, terdakwa Rusdi juga menambahkan, dirinya kerap kali mendapatkan tugas untuk melakukan pemesanan, pembelian, sekaligus pembayaran papan karangan bunga tersebut. “Saya yang ngurus kalau ada karangan bunga. Enggak tahu hubungan Khosim dan Sahat,” singkat Rusdi.
Sementara, JPU KPK Arif Suhermanto mengatakan sosok Khosim memiliki peran yang sama seperti Rusdi. Yakni memperantarai proses penyerahan uang antar si penyuap dengan yang disuap.
“Sesuai dakwaan kami, khosim dan Rusdi selama tahun 2019, 2020, 2021, pemberian uang uang yang diterima terdakwa melalui Khosim,” ujarnya seusai sidang.
Namun, lanjut Arif semenjak meninggalnya Khosim, maka bergantilah pada Rusdi. Dan itu diakui terdakwa, bahwa dirinya tidak pernah menerima langsung, melainkan dari Rusdi dan kedua terpidana seperti Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi alias Eeng, yang telah divonis dua tahun enam bulan penjara oleh hakim Pengadilan Tipikor Surabaya.
“Eeng sama hamid juga sudah tahu. Tapi kan tahu semua pada Khosim. Yang jelas bukti dalam persidangan ini akan menjadi fakta mendukung berita acara dakwaan kami atas terdakwa sahat dan Rusdi. Karena tidak hanya bersandar pada alat bukti saksi. Tapi dari alat bukti petunjuk, elektronik maupun lainnya,” pungkasnya. (Had).