Sidoarjosatu.com – Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo dibuat geram dengan keterangan Rahadiyanto, saksi korban kasus dugaan pengeroyokan dan perbuatan tidak meyenangkan. Majelis Hakim menilai, saksi tak jujur saat bersaksi untuk Moch Zainal Abidin (57), dan Moch Syafiudin (53), terdakwa kasus dugaan pengeroyokan dan perbuatan tidak meyenangkan.
Bahkan, Ketua Majelis Hakim S.Pujiono memperingatkan saksi yang merupakan guru di SDN Sidoklumpuk itu soal konsekuensi pidana jika tidak berkata jujur karena telah disumpah.
“Saudara saksi berkata jujur, saudara sudah disumpah. Itu tidak boleh main-main, ada pasalnya 242 ayat 1 KUHP ancaman maksimal 7 tahun,” ucap Ketua Majelis Hakim memperingatkan saksi.
Peringatan yang disampaikan Ketua Majelis Hakim itu ketika mendengar jawaban saksi korban ketika ditanya terkait permintaan maaf terdakwa Zainal Abidin yang diutarakan di gubuk sesaat usai kejadian di tambak di Kelurahan Pucang Anom Kecamatan Sidoarjo.
“Saya pernah meminta maaf di gubuk (lokasi tambak),” ucap Zainal Abidin, ketika menanyakan kepada saksi korban melalui Alwi, Penasehat Hukumnya.
Pertanyaan itu diamini oleh saksi korban. “Iya, pernah,” aku saksi mengamini pertanyaan terdakwa Zainal Abidin yang dihadirkan di persidangan karena kondisi pendengarannya itu.
Mendengar ucapan itulah Ketua Majelis Hakim S.Pujiono memperingatkan soal konsekuensi memberikan kesaksian palsu di bawah sumpah.
Peringatan itu disampaikan karena majelis hakim mendengar keterangan saksi yang mengaku kedua terdakwa tidak pernah meminta maaf kepada saksi.
Keterangan tidak pernah meminta maaf itu disampaikan ketika ditanya Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Sidoarjo Budhi Cahyono.
Meski demikian, saksi Rahadiyanto mengaku, peristiwa kasus tersebut terjadi pada Kamis 4 November 2021 pagi. Ketika itu dirinya datang ke tambak berempat karena mendengar sedang banyak orang di lokasi tersebut, termasuk kedua terdakwa.
Ketika datang, korban membawa dokumen berupa copyan petok D milik mbahnya, Niti Sari. Saat itu sempat bersitegang antara korban dengan para terdakwa hingga cek-cok. Karena, tidak ada titik temu, kemudian terjadi dorong mendorong antara saksi korban dan terdakwa.
Saksi mengaku didorong oleh orang-orangnya terdakwa, termasuk terdakwa Syafiudin. Kemudian saksi mengaku dipiting dua kali oleh terdakwa Zainal dari belakang dan dijatuhkan ke tanah. Tak hanya itu, ia sempat mengaku dipukul oleh terdakwa Syafiudin, yang sedang berhadapan berusaha mengambil surat yang dipegang saksi.
Mendegar kesaksian itu, majelis hakim menegaskan kepada saksi apakah dipukul atau didorong. “Saudara saksi taukan perbedaan didorong dan dipukul. Yang saudara rasakan itu didorong atau dipukul,” tanya Hakim Pujiono yang dijawab saksi dipukul.
“Karena saya sifatnya banyak orang,” aku saksi korban. Hakim kembali menimpali jika keterangan saksi meragukan dan kembali menegaskan.
“Saudara jangan punya asumsi dan menyimpulkan sendiri. Saya tanya didorong atau dipukul saja jawaban saudara meragukan,” ungkap hakim yang dijawab saksi dengan memperagakan mendorong kena dada.
Sementara, usai kejadian itu saksi mengaku diusir oleh terdakwa agar meninggalkan tambak. Dari peristiwa itu, langsung ke rumah sakit. Ia mengaku mengalami sakit di leher, dan pundak, badan dan kaki.
Ia mengaku mengalami sulit makan selama dua pekan hingga sebulan, meski saksi keesokannya tetap beraktifitas biasanya, melaksanakan pekerjaannya sebagai guru.
Selain saksi korban, Jaksa juga menghadirkan saksi Andik Setiawan, sepupu korban. Ia mengaku tak tau percakap antara korban dengan terdakwa. Ia mengaku melihat saat korban didorong dan dipiting oleh terdawa.
Meski demikian, dalam sidang terungkap tak ada bukti visum dari yang diterangkan saksi korban itu. Selain itu, peristiwa itu direkam video menggunakan Hp oleh Agus Hariyono.
Perlu diketaui, Moch Zainal Abidin (57) dan Moch Syafiudin (53) saat ini tengah duduk dikursi pesakitan. Keduanya didakwa dengan dakwaan alternatif yaitu melakukan pengeroyokan sebagaimana diatur dalam pasal 170 ayat 1 KUHP.
Dakwaan alternatif kedua yaitu didakwa melakukan perbuatan tidak menyenangkan sebagaimana diatur dalam pasal 335 ayat 1 ke 1 KUHP. (Had).