Sidoarjosatu.com – Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) APBD merupakan bantuan berupa sembako yang diberikan pemerintah daerah melalui SK Bupati baik kepada warga yang kurang mampu maupun warga yang belum tercatat sebagai Keluarga Penerima Manfaat (KPM) bantuan sosial yang bersumber dari APBN. Namun dalam penyalurannya, masih saja diduga terjadi penyelewengan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab.
Seperti yang dialami Satupah, seorang janda berusia 56 tahun asal Desa Trosobo Kecamatan Taman. Dia yang kesehariannya bekerja sebagai Pembantu Rumah Tangga (PRT) pernah tercatat sebagai KPM BPNT yang bersumber dari APBD Sidoarjo sejak tahun 2018 hingga 2020.
Bantuan sosial non tunai ini diberikan dalam rangka mendukung program penanggulangan kemiskinan yang meliputi perlindungan sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, rehabilitasi sosial, dan pelayanan dasar. Ironisnya, sejak tercatat sebagai KPM BPNT APBD Sidoarjo, Satupah mengaku belum pernah menerima bantuan tersebut. Bahkan hal itu baru diketahui dua tahun setelahnya yakni di tahun 2022 saat dirinya hendak diberangkatkan umroh ke tanah suci Makkah oleh majikan.
Kasus dugaan penyelewengan dana bantuan sosial BPNT tersebut sudah pernah dilaporkan ke Mapolresta Sidoarjo pada 2022 lalu, namun hingga kini belum ada titik terang. “Kalau bantuan itu (BPNT) saya belum pernah terima. (Desa) juga tidak pernah memberi tahu saya apakah saya dapat (bantuan) atau tidak. Tapi kalau BLT sebesar Rp.200 ribu saya dapat,” ungkap Satupah saat ditemui, Sabtu, (20/4/2024).
Bantuan sosial BPNT ini disalurkan secara non tunai dengan menggunakan sistem perbankan. Calon KPM yang telah memenuhi syarat akan dibukakan rekening bank yang telah bekerjasama dengan pemerintah dan mendapatkan kartu Keluarga Sejahtera (KKS).
Sistem baru penyaluran bantuan pangan ini diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2017 tentang Penyaluran Bantuan Sosial Secara Non Tunai. “Saya sama sekali tidak pegang kartu ATM nya. Jadi tidak tahu kalau didaftarkan sebagai penerima bantuan,” terangnya.
Terungkapnya dugaan penyelewengan dana bantuan sosial BPNT APBD Sidoarjo ini sebelumnya diungkapkan Supriyadi, majikan Satupah. Saat itu, dirinya merasa iba dengan Satupah yang sudah puluhan tahun bekerja dirumahnya. Dia dan istrinya pun berencana untuk memberangkatkan Satupah beribadah umroh ke tanah suci Makkah pada tahun 2022.
Keesokan harinya, Supriyadi meminta kepada sang istri untuk mengantar Satupah membuka rekening baru di Bank BNI terdekat. Namun nama Satupah tertolak oleh system’ dikarenakan namanya sudah terdaftar di bank tersebut.
“Kami kemudian meminta print out kepada petugas bank. Setelah dilakukan kroschek ternyata Ibu Satupah terdaftar sebagai KPM BPNT dengan jumlah bantuan Rp.1.100.000 per tahun. Tapi Ini kan aneh, Bu Satupah terdaftar sebagai penerima tapi tidak pegang buku tabungan beserta kartu atm-nya,” ungkap Supriyadi.
Supriyadi kemudian melaporkan kejadian tersebut ke Mapolresta Sidoarjo. Namun hingga saat ini perkara tersebut menurutnya masih belum ada titik terang.
“Kami rasa, polisi tidak serius menangani laporan kami. Sebab, hingga dua tahun ini laporan itu jalan di tempat dan tidak ada kelanjutannya. Bu Satupah ini orang kecil, jadi hukum ini jangan tajam kebawah tapi tumpul keatas,” tegasnya.
Sementara Kepala Desa Trosobo, Heri Achmadi, saat dimintai keterangan terkait hal tersebut membantah bahwa bantuan tidak tersalurkan kepada warga penerima manfaat. Meski pada saat itu dirinya belum menjabat sebagai Kades, namun keterangan itu didapat dari anak buahnya yang menjabat sebagai Kasie Kesra.
“Untuk proses nya yang tahu petugas teknis. Terus terang pada tahun itu (2018), saya belum menjabat. Yang saya tau informasi dari Kasi Kesra Samsuri, bahwa bantuan yang berasal dari APBD tersebut sudah disalurkan kepada penerima,” jelas Heri.
Hal itu dibenarkan oleh Kasie Kesejahteraan masyarakat desa, Samsuri. Samsuri menjelaskan bahwa sebelumnya pihak desa mengusulkan beberapa warga untuk mendapatkan bantuan BPNT yang bersumber dari APBD Daerah. Sedikitnya ada 14 warga yang diusulkan dan menerima bantuan tersebut. Salah satunya Satupah.
“Setelah kami data, kemudian kami serahkan ke kecamatan dan kemudian dilanjutkan ke Dinsos,” jelas Samsuri.
Disinggung soal pembuatan rekening, dia membenarkan bahwa calon penerima manfaat dibuatkan rekening bank yang sudah bekerjasama dengan pemerintah daerah. Namun dalam hal ini, lanjutnya, pihak desa hanya menyalurkan bantuan tersebut.
“Pihak desa hanya menerima dan menyalurkan bantuan beras itu ke rumah-rumah warga (penerima manfaat). Masing-masing penerima mendapat 10 kilogram beras per bulannya selama 10 bulan per tahunnya,” tambah Samsuri.
Disinggung soal keberadaan buku tabungan dan kartu ATM bank, pihaknya tidak mengetahui betul keberadaan tabungan beserta kartu tersebut. Selama ini bantuan tersebut di koordinir oleh Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK)
“Perlu digaris bawahi bahwa sampai saat ini pun kami tidak tau yang pegang ATM itu siapa. Sebab kami hanya menyalurkan bantuan sembako tersebut kepada penerima,” terangnya.
Samsuri mengakui, sejak kasus tersebut bergulir, pihaknya sudah tiga kali dimintai keterangan oleh penyidik. (Had).