SIDOARJOSATU.COM – Suasana tegang yang sempat mewarnai gerbang SDN Candi Pari 2 dan SDN Kesambi 1, Kecamatan Porong, perlahan mereda. Puluhan siswa kelas I yang sebelumnya diberhentikan secara mendadak kini dipastikan tetap bisa bersekolah setelah Komisi D DPRD Sidoarjo memfasilitasi hearing bersama kepala sekolah dan Dinas Pendidikan.
Beberapa hari lalu, wajah-wajah muram wali murid masih tampak di depan sekolah. Anak-anak mereka yang baru merasakan bangku sekolah harus menerima kenyataan pahit: tiba-tiba dikeluarkan dengan alasan kuota penuh. Kebingungan pun menyelimuti hati para orang tua.
“Bayangkan, anak sudah pakai seragam, sudah ikut belajar, tapi mendadak dipindah. Wajar kalau orang tua kaget,” ujar Anggota Komisi D DPRD Sidoarjo, Tarkit Erdianto, usai hearing, Kamis, (21/8/2025).
Baca juga : Tangis di Gerbang Sekolah: 26 Siswa SD di Porong Tiba-tiba Diberhentikan karena Alasan Kuota
Dalam pertemuan yang digelar di kantor DPRD, terungkap bahwa persoalan bermula dari kuota penerimaan siswa baru. Berdasarkan aturan Kementerian Pendidikan, setiap rombongan belajar (rombel) di SD hanya boleh menampung 28 siswa. Namun, sekolah tetap menerima lebih dari jumlah itu tanpa segera melaporkan ke dinas untuk menambah rombel.
“Seharusnya sejak awal kepala sekolah menyampaikan keterbatasan kuota. Kalau lebih dari 28, ya harus ajukan tambahan rombel. Bukan malah diterima dulu baru dipindah belakangan,” kata Tarkit.
Kepala SDN Candi Pari 2 mengakui adanya kesalahan komunikasi. Ia menyampaikan permintaan maaf karena informasi yang terlambat membuat wali murid merasa ditinggalkan.
Setelah hearing, solusi akhirnya tercapai. Sebagian siswa akan didistribusikan ke sekolah lain yang telah ditentukan oleh Dinas Pendidikan. Meski begitu, ada dua wali murid yang tetap bersikeras anaknya belajar di SDN Candi Pari 2.
“Alhamdulillah, semuanya sudah clear. Anak-anak tetap sekolah, hanya administrasi beberapa dititipkan ke sekolah lain sesuai aturan. Yang penting, mereka tidak kehilangan hak belajarnya,” tegas Tarkit.
Untuk dua siswa yang masih bertahan di SDN Candi Pari 2, Tarkit memastikan mereka tetap bisa mengikuti kegiatan belajar mengajar, sementara administrasi sekolah dititipkan di sekolah lain.
“Prinsipnya jangan sampai anak-anak jadi korban. Tidak boleh ada yang dibeda-bedakan, apalagi sampai dibully. Masalah orang tua nanti dibicarakan pelan-pelan,” tambahnya.
Bagi Tarkit, kasus ini menjadi pelajaran berharga. Selama empat periode duduk di DPRD, baru kali ini ia menyaksikan kasus siswa diberhentikan secara mendadak karena kuota.
Baca juga : SMP Al Muslim Perkuat Sinergi Orang Tua dan Sekolah untuk Dampingi Anak di Era Digital
“Saya berharap ini yang pertama dan terakhir. Ke depan, komunikasi harus dibangun lebih baik. Kalau ada tambahan murid, sekolah segera lapor agar kuotanya ditambah. Jangan sampai kejadian seperti ini terulang,” katanya.
Kini, meski masih ada sisa kekecewaan dari sebagian wali murid, kepastian bahwa anak-anak tetap bisa belajar memberi sedikit kelegaan. Tangis yang sempat pecah di depan sekolah kini berganti dengan harapan, bahwa pendidikan anak mereka tetap terjamin tanpa gangguan.
Senada disampaikan Ketua Komisi D DPRD Sidoarjo, Dhamroni Chudlori, menurutnya polemik tersebut sudah mendapatkan solusi. Semua pihak sepakat, persoalan ini murni karena kesalahan sistem.
“Kalau SDN itu penuh, artinya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap sekolah negeri kembali naik,” ujar Dhamroni.
Menurutnya, kepala sekolah gagal memahami aturan teknis yang seharusnya bisa diprediksi sejak awal. Karenanya ia meminta kepala sekolah belajar, jika diminati banyak masyarakat agar disesuaikan dengan rombelnya.
Selain itu, anak-anak yang terdampak butuh pendampingan orang tua. Hal ini untuk menjaga kondisi psikologis mereka agar tetap nyaman.
“Trauma healing penting agar siswa tidak merasa dikucilkan di sekolah barunya, transisi perpindahan siswa harus benar-benar dikawal,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Dispendikbud Sidoarjo, Tirto Adi dalam keterangannya saat Hearing bersama anggota dewan menyebut, ada 11 sekolah yang kelebihan pagu. Totalnya terdapat 48 siswa yang harus dipindahkan ke sekolah lain.
“Paling banyak ada di SDN Candipari II dengan 14 siswa dan SDN Kesambi 12 siswa, sisanya tersebar di sekolah lain,” ungkapnya.
Tirto sudah meminta agar siswa yang kelebihan pagu dipindahkan ke sekolah terdekat. Baginya, yang utama adalah nasib anak-anak harus diselamatkan.
Menurut Tirto, pihak sekolah kurang cermat dalam membaca aturan. Sehingga terjadi hal-hal yang tak diinginkan.
“Kepala sekolah kurang cermat dalam membaca aturan, padahal, satu bulan setelah SPMB mereka bisa mengajukan tambahan rombel,” jelasnya.
Namun, hal itu tidak dilakukan oleh pihak sekolah. Karena itu, ke depan, pihaknya akan melakukan sosialisasi lebih intens agar kepala sekolah lebih memahami aturan.
“Punishment tentu ada, teguran lisan sudah kami lakukan, selanjutnya kami juga akan memberikan peringatan tertulis,” pungkasnya. (Had).





