Tanpa Mekanisme Lelang, Pembayaran Pajak Pembangunan Jalan Dari BKKD Ditanggung Pihak Desa 

oleh -91 Dilihat
Foto : Sidang Dugaan Korupsi BKKD Kabupaten Bojonegoro, Senin, (16/10/2023).

Sidoarjosatu.com – Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya, di Juanda Sidoarjo dibuat heran dengan pernyataan saksi bahwa pengenaan pajak dalam proyek pembangunan di delapan desa di Kecamatan Padangan Kabupaten Bojonegoro ditanggung pihak desa. Padahal dalam pengerjaan pembangunan jalan yang bersumber dari Bantuan Keuangan Khusus Desa (BKKD), pajak seharusnya dibayarkan oleh pemenang lelang atau penggarap proyek.

Pernyataan itu disampaikan beberapa saksi dari pemilik CV saat dihadirkan di Pengadilan Tipikor Surabaya dalam perkara dugaan korupsi BKKD tahun 2021 di delapan Desa di Kecamatan Padangan Kabupaten Bojonegoro.

“Lepas pajak pak,” ungkap Aziz, Selaku Direktur Goro Persada dihadapan Majelis Hakim, Senin, (16/10/2023).

Mendengar jawaban tersebut, Majelis Hakim kemudian meminta penjelasan. “Kenapa bisa begitu. Seharusnya kan kalian yang bayar pajak,” tanya Majelis Hakim.

Aziz menerangkan, bahwa sebelum menyuplai aspal dalam pembangunan jalan tersebut, pihaknya melakukan perjanjian dengan terdakwa Bambang Soedjatmiko. Bambang merupakan rekanan yang ditunjuk desa untuk menggarap proyek di delapan desa di Kecamatan Padangan, Kabupaten Bojonegoro.

“Perjanjian sama Pak Bambang lepas pajak pak. Yang bayar katanya desa,” jelasnya.

Dalam proyek tersebut, Aziz menyuplai kebutuhan aspal di empat desa. Yakni desa Kendung, Desa Kebonagung, Cendono dan desa Kuncen. Total pembelian aspal di empat desa tersebut diperkirakan mencapai kurang lebih Rp. 1 miliar atau sekitar Rp.990 juta.

“Yang lain-lain saya tidak tahu. Saya hanya jualan aspal ke empat desa tersebut. Begitu pak Bambang minta dikirim, kami kirim ke lokasi, notanya juga saya serahkan ke Pak Bambang,” jelasnya.

Pengakuan sama juga diungkapkan saksi Agus Afandi, Pemilik CV. AJi Nusantara Jaya yang bergerak dibidang supplier barang bangunan dan kontraktor. Dalam proyek tersebut, pihaknya ditunjuk oleh terdakwa untuk melakukan pengerjaan stros, LC dan rigid beton.

“Pajaknya (akan) dibayar desa sesuai kesepakatan dengan tim pelaksana,” jelas Agus Afandi.

Dalam proyek tersebut, Agus Afandi ditunjuk terdakwa Bambang Soedjatmiko untuk menggarap proyek pembangunan rigid beton di beberapa desa. Yakni Desa Perangi, Dengok, Tebon, dan Purworejo. Sedangkan untuk dua desa lainnya mengerjakan Beskos. Dalam kesaksiannya, Agus mengaku pernah berkomunikasi dengan tim pelaksana desa, termasuk menyerahkan nota belanja.

“Pernah (komunikasi) saat ketemu timlak di Dwiwarna. Katanya nanti desa yang bayar. Saat itu saya juga menyerahkan nota untuk laporan,” jelas Agus.

Meski proyek tersebut dilakukan tanpa proses lelang, Agus Afandi mengaku tidak mengetahui betul jika proyek tersebut menggunakan anggaran negara yakni (BKKD). “Saya enggak tahu kalau itu uang desa. Saya tahunya uang pak Bambang,” jelasnya.

Sementara, Kuasa Hukum terdakwa Bambang Soedjatmiko ; Pinto Utomo menilai bahwa proyek pembangunan jalan aspal dan rigid beton di delapan desa di Kecamatan Padangan yang bersumber dari BKKD diduga dilakukan secara fiktif. Selain dikerjakan tanpa melalui mekanisme lelang, laporan pertanggungjawaban dalam pencairan BKKD juga dilakukan secara asal-asalan.

“Pencairan itu melanggar. Uang itu kan cair melalui rekening desa 100 persen. Uang tersebut diambil desa melalui kaur keuangan dan kepala desa. Seharusnya, uang tersebut diambil sesuai kebutuhan. Misal, tim pelaksana membuat laporan ke kaur keuangan untuk membeli agregat, setelah itu barulah nota diserahkan ke kaur keuangan untuk diverifikasi sekdes. Setelah di verifikasi maka ditandatangani kepala desa. Barulah uang tersebut diambil dari rekening. Bukan diambil semua terus dibawa pulang, ada juga yang ditaruh di pondok, itu gimana jadinya,” terang Pinto.

Disamping itu, seharusnya camat dan kasie PMD tidak serta merta membubuhkan rekom dalam pencairan dana BKKD sebelum mengetahui secara pasti progres pekerjannya. “Bank jatim kalau tidak ada tandatangan kasie pmd dan camat tidak bisa mencairkan,” katanya.

Selain itu, terdakwa Bambang yang ditunjuk sebagai pelaksana oleh pihak desa dibayar secara langsung. Padahal, seharusnya pembayaran tersebut harus berdasarkan surat perintah pembayaran (SPP).

“Enggak ada nota, tapi di LPJ ada notanya semua. Ketika saksi ditanya, semuanya mengaku tidak tahu. Nah, Itulah yang dijadikan dasar pihak desa memasukkan ke sistem keuangan desa (siskeudes). Seolah-olah anggaran itu sudah terserap semua. Padahal faktanya duit ada yang belum terpakai,” tegasnya.

Bambang Soedjatmiko didakwa pasal 2, subsidair pasal 3 juncto pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto pasal 65 ayat (1) KUHP.

Bambang Soedjatmiko merupakan rekanan yang ditunjuk desa untuk melaksanakan proyek pembangunan aspal dan rigid beton di delapan desa di kecamatan Padangan, Kabupaten Bojonegoro dengan menggunakan Bantuan Keuangan Khusus Desa (BKKD) pada tahun 2021. Adapun total kerugian negara diperkirakan mencapai Rp.1,6 miliar dari jumlah keseluruhan anggaran di delapan desa sebesar Rp. 6,3 miliar. (Had).

No More Posts Available.

No more pages to load.