Sidoarjosatu.com – Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sidoarjo menghadirkan dua saksi yakni Lurah Gebang, Sayudi dan Saksi Ahli Hukum Perdata dari Universitas Airlangga Surabaya, Dr. Ghansam Anand, S.H., M. Kn., dalam sidang perkara perdata terkait polemik keabsahan kepemilikan tanah seluas 5,7 hektar di Dusun Kedung Peluk Desa Gebang, Candi Sidoarjo. Dari keterangan saksi fakta, terungkap bahwa luasan lahan tambak candi yang menjadi polemik adalah seluas 49.700 meter persegi alias 4,97 hektar.
Hal itu diungkapkan Sayudi saat dihadapan majelis hakim pengadilan negeri Sidoarjo dalam perkara perdata tersebut. “Yang ada di letter C desa luasannya 49.700 meter persegi,” ungkap Sayudi, Kamis, (29/2/2024).
Dihadapan majelis hakim, Sayudi mengungkapkan bahwa dirinya baru menjabat sebagai lurah Gebang Sejak tahun 2021 lalu. Sayudi sengaja dihadirkan dalam persidangan untuk mengetahui secara rinci terkait riwayat tanah yang ada di Kelurahan Gebang, Kecamatan Candi.
Menurut sepengetahuannya, tanah tambak seluas 4,97 hektar sebelumnya merupakan milik Karto (penggugat) dan Kardi yang berasal dari tanah waris milik ayahnya. Kemudian tanah itu disewakan kepada ayahnya Athoillah selama 13 tahun. Namun di tahun 1983 terjadi jual beli oleh Karto dan Kardi kepada Athoillah.
“Di AJB nya tertera 3.500.000 waktu itu saya ditunjukkan fotocopy an AjB oleh Karto,” jelasnya.
Dia menceritakan, tahun 2023 lalu, Karto dengan membawa surat petok D sempat mendatangi kantor kelurahan untuk meminta menunjukkan letter C atas tanahnya yang ada di desa tersebut. “Ya Kita tunjukkan asal tidak di fotocopy, karena itu memang dokumen kelurahan. Kecuali untuk keperluan yang jelas, seperti sidang, atau hendak di sertifikatkan,” katanya.
Disinggung soal pembelian di tahun 1983, kuasa Penggugat, Abdul Malik, S.H sempat mempertanyakan ketidaksinkronan Akte Jual Beli yang ditandatangani Camat pada tahun 1978. Menurut Sayudi, seharusnya jika ada transaksi kesepakatan jual beli, maka petok D yang sebelumnya ada di penjual, maka sudah diserahkan kepada pembeli.
“Kalau ada pembelian seperti itu otomatis petok d akan diminta oleh pembeli. Dan proses jual beli itu seharusnya dihadiri kedua belah pihak. Baik penjual maupun pembeli. Juga ada riwayat tanah dan letter C yang dikeluarkan oleh kelurahan,” tegasnya.
Meski demikian, pihaknya hingga saat ini belum mengetahui betul, jika tanah tersebut sudah disertifikatkan sejak tahun 2001. Sekedar diketahui, untuk mendaftarkan sertifikat tanah, ada beberapa dokumen yang harus dilengkapi. Seperti, riwayat tanah, fotocopy letter C (dari kelurahan), dan keterangan waris dari pemohon.
“Lantas, bagaimana jika salah satu dari dokumen tersebut tidak ada? Apakah saksi (lurah) berhak menolak?,” Tanya Kuasa Hukum tergugat, Nasifatus Sakdiyah.
“Jika itu memang dibutuhkan atau diminta oleh BPN atau notaris, maka kami siap untuk melengkapi,” jawabnya.
Sementara Saksi Ahli Hukum Perdata, Dr. Ghansam Anand menjelaskan secara umum syarat yang perlu diperhatikan dalam proses jual beli adalah bahwa penjual merupakan pihak yang berwenang dalam melakukan jual beli. Sedangkan untuk pembeli, adalah hak atas pemegang hak atas tanah.
“Penjual dan pembeli sama-sama memiliki hak yang sama. Objeknya harus jelas baik barang, jenis maupun luasannya. Termasuk objek atas tanah yang ditunjukkan bukti kepemilikan,” jelas Ghansam.
Lantas bagaimana jika diilustrasikan, dalam AJB lebih dari satu orang baik dari pihak pembeli atau penjual, apakah cukup dengan penyebutan salah satunya. Tanya Abdul Malik, S.H. Menurut Ahli, dalam bagian pengurusan identitas dan komparisi itu harus disebutkan siapa saja yang menjadi pihak. Jika pemiliknya dua orang, maka sebagimana pasal 38 Undnag-Undang No 2 Tahun 2014 mengenai struktur akta notaris, didalam bagian perumusan bagian identitas harus jelas kedudukannya. Baik secara pribadi maupun kuasa.
“Jadi harus disebutkan dua-duanya. Jika penjualnya dua orang tapi disebutkan hanya satu orang, maka batal demi hukum alias tidak sah,” tegasnya.
Sementara disinggung soal konsekwensi hukum atas kelebihan luasan yang tercantum dalam AJB tidak sama dengan luasan yang ada di letter C, menurutnya, dalam perjanjian jual beli maka uraian tentang macam, jenis dan luasannya harus sesuai dengan objeknya. Namun jika uraian objek melampaui dengan apa yang diuraikan dalam kepemilikan, maka objek nya tidak sesuai alias Batal demi hukum.
“Misal luasannya 10 tapi di AJB ditulis 15, maka ini sudah melebih objek yang dimiliki penjual,” tandasnya. (Had).