Kalangan Pengusaha Di Sidoarjo Klaim Sumbangan Lelang Bandeng Sebagai Partisipasi

oleh -213 Dilihat
Foto : sidang lanjutan mantan Bupati Sidoarjo dua periode Saiful Ilah dalam perkara dugaan gratifikasi sebesar Rp.44 Miliar yang digelar di Pengadilan Tipikor Surabaya di Juanda Sidoarjo, Kamis, (1/11/2023).

Sidoarjosatu.com – Kalangan Pengusaha di Sidoarjo menilai sumbangan dalam kegiatan Lelang Bandeng tidak lebih dari sekadar partisipasi. Hal itu terungkap dalam sidang lanjutan mantan Bupati Sidoarjo dua periode Saiful Ilah dalam perkara dugaan gratifikasi sebesar Rp.44 Miliar yang digelar di Pengadilan Tipikor Surabaya di Juanda Sidoarjo, Kamis, (1/11/2023)

Sejumlah pengusaha yang dihadirkan diantaranya, Direktur PT. Alloy Prima Steel Universal ; Djoko Sutrisno, Direktur Utama PT. Integra Indocabinet (Wood) ; Halim Rusli beserta istrinya yang menjabat sebagai Komisaris PT. Integra Indocabinet ; Stephanie Kane Ilham, Pegawai BUMN/BTN ; Raisha Kumala Sari, Komisaris PT Indraco, yang bergerak di bidang bisnis properti; Sun City Waterpark, Sun Hotel, dan Sun City Plaza ; Moch Turino Junaedi, Kepala Divisi bidang Pembelian PT. Mutiara Andalan ; Inggrid Kencana Ing, Alexander Ronny selaku Commercial Banking Area Head Eastern Indonesia PT Bank Maspion Indonesia Tbk, Septian F Cahyani Salim, dan Widjaja Sugiharto selaku Direktur PT Pondok Tjandra Indah.

Dhadapan Majelis Hakim, saksi Halim Rusli mengungkapkan jika dirinya pernah menghadiri acara lelang bandeng pada satu kali kesempatan. Inisiatif untuk mengikuti acara tersebut karena para pengusaha di Kabupaten Sidoarjo turut diundang. “Pernah, sekali. Saya gak ingat. Saya sendiri yang hadir, saya seringkali diundang saya gak pernah datang, saya akhirnya datang,” kata Halim Rusli.

Disinggung soal sumbangan untuk lelang bandeng, Halim Rusli mengatakan, dirinya sempat ikut menyetorkan sejumlah uang dalam lelang bandeng tersebut sekitar Rp25-50 juta. Sumbangan itu diberikan secara non tunai atau melalui nomor rekening perusahaannya.

“Ada (ikut) menyumbangkan. Kalau gak Rp25 juta ya Rp50 juta. Ditransfer. Saya lupa TF berapa,” jelasnya.

Halim Rusli beranggapan kegiatan lelang bandeng merupakan kegiatan sosial kemasyarakatan. Sehingga uang yang disumbangkan diberikan secara cuma-cuma. “Saya kira ada banyak bandeng. Ternyata ada ucapan ucapan untuk kegiatan sosial. Pengusaha ikut berpartisipasi. Tidak menang,” tegasnya.

Disisi yang lain, Halim Rusli juga mengaku tidak pernah memberikan uang apapun kepada Terdakwa Saiful Ilah saat masih menjabat sebagai Bupati Sidoarjo, terutama untuk kepentingan memperlancar bisnis perusahaannya.

“Tidak ada kepentingan soal itu, selama ini di Sidoarjo sudah ISO. Perusahaan saya juga sudah jelas. Saya ekspor 95 persen. Jadi buat saya tidak ada kepentingan segala macam,” tambahnya.

Senada juga disampaikan saksi Turino Junaidi. Dihadapan Majelis Hakim, Junaidi mengaku jarang menghadiri acara tersebut. Terkadang ia mendelegasikan salah seorang jajaran direksi perusahaanya untuk menghadiri acara lelang bandeng. “Saya enggak pernah hadir. Yang hadir dari perusahaan Pak Duri Permata, Dirut IPI. (Ikut sumbangan) Rp5-10 juta, sifatnya hanya berpartisipasi aja,” ungkapnya.

Meski demikian, pihaknya sempat sesekali memberikan sumbangan untuk kegiatan yang berorientasi pada sosial kemasyarakatan tersebut. Sumbangan tersebut besarannya kisaran Rp.5-10 juta. “Yang kami tahu baca dimedia, berpartisipasi untuk peternakan, berpartisipasi untuk kegiatan sosial. Bukan iuran, tapi berpartisipasi untuk CSR. Iya (menyumbang),” katanya.

Namun pernyataan itu terbantahkan, saat JPU KPK menunjukkan bukti-bukti perusahaan miliknya menyumbangkan uang senilai Rp. 20 juta ditahun 2015, dan Rp.11 juta ditahun 2019. “iya kalau tertulisnya seperti itu. Saya tidak mengetahui pasti proses pemberian sumbangan. Karena memang dilakukan secara struktural perusahaan,” jelasnya.

Disisi yang lain, Turino Junaidi mengaku kenal terdakwa sejak masih menjadi pengusaha biasa (sebelum menjadi wakil bupati). Namun perkenalannya semakin dekat sejak Saiful Ilah terjun dalam birokrasi. “Kenalnya sebelum jadi Wabup atau sama-sama jadi pengusaha. Kebetulan saya pengurus asosiasi. Kalau dekat sejak beliau di Birokrasi. Iya (jadi Wabup). Katanya.

Disinggung soal perijinan, Junaidi mengaku pernah mengurus perizinan sebuah tempat usaha miliknya kepada Saiful Ilah saat masih menjabat sebagai Bupati Sidoarjo. Namun, ia menegaskan, tidak pernah memberikan uang dalam jumlah berapapun dan dalam bentuk apapun kepada Saiful Ilah kala itu. “Enggak pernah,” tegas Junaidi.

Namun, saat JPU KPK menunjukkan barang bukti tumpukan uang yang dikeluarkan dari sebuah amplop berlogo brand hotel miliknya. Ia membenarkan bahwa pernah diperlihatkan barang bukti tersebut oleh penyidik KPK. “Pernah (ditunjukkan barang bukti amplop). Amplop berkop surat sun hotel. Satu lagi bukan nama saya,” jawab Saksi Turino.

Sementara, saksi Djoko Sutrisno mengaku tidak pernah memberikan sumbangan untuk kegiatan lelang bandeng. Namun Djoko pernah memberikan souvenir berupa 1 unit handphone Samsung Galaxy note 8 senilai Rp. 17.879.000 berikut sim card.

“Semua diundang, yang terima bagian umum. enggak pernah hadir. (Permintaan sumbangan) saya rasa enggak ada (lelang bandeng). Enggak pernah nyumbang,” jelas Djoko Sutrisno.

JPU kemudian menunjukkan bukti satu buah handphone Samsung Galaxi note 8 berikut kwitansinya. “Iya. Selain itu enggak ada,” jawab Djoko.

Berkaitan dengan pemberian handphone tersebut, Penasehat Hukum terdakwa Saiful Ilah ; Mustofa Abidin sempat menanyakan apakah pemberian tersebut berkaitan dengan proses perijinan IMB atau adanya permintaan dari kliennya.

“Tidak ada, Ijin saya keluar sebelum beliau jadi Bupati. Tidak pernah (terkait bisnis),” singkat Djoko Sutrisno.

Terdakwa Saiful Ilah didakwa menerima sejumlah gratifikasi baik dari organisasi perangkat daerah (OPD) dilingkungan Pemda Sidoarjo, Direksi BUMD, hingga pengusaha, senilai sekitar Rp44 miliar.

Sebagaimana Pasal 12B UU No 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No 31 tahun 1999 Tentang Tipikor Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Gratifikasi itu diberikan dalam bentuk uang rupiah, dolar, maupun barang berharga seperti logam mulia, jam tangan, tas, dan ponsel. Perkara gratifikasi itu diduga dilakukan terdakwa selama menjabat sebagai Bupati Sidoarjo dua periode, periode 2010-2015 dan 2016-2021.

Saiful Ilah sebelumnya juga diadili di Pengadilan Tipikor Surabaya, pada 2022 silam, dalam perkara suap proyek infrastruktur senilai Rp600 juta. Saiful Ilah dinyatakan terbukti melanggar Pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, dan divonis dua tahun penjara dan denda Rp200 juta pada Oktober 2020. (Had).

No More Posts Available.

No more pages to load.