Belum Dibayar Lunas, Rekanan Mengaku Dijebak Garap Pembangunan Jalan Beton di Bojonegoro

oleh -180 Dilihat
Foto : Sidang BKKD Kabupaten Bojonegoro di Pengadilan Tipikor Surabaya, Senin, (23/10/2023).

Sidoarjosatu.com – Satu rekanan pengerjaan pembangunan jalan rigid beton di kecamatan Padangan Kabupaten Bojonegoro kembali dihadirkan dalam sidang kasus dugaan korupsi Bantuan Keuangan Khusus Desa (BKKD) di Delapan Desa Kecamatan Padangan, Bojonegoro bertempat di Pengadilan Tipikor Surabaya, di Juanda Sidoarjo. Dalam kesaksiannya, Syamsul Huda, pemilik CV. Java Karya mengaku belum mendapatkan pembayaran sisa pengerjaan pembangunan aspal dari desa setempat.

Syamsul Huda kembali dihadirkan sebagai saksi setelah, sebelumnya tertunda. Dihadapan Majelis Hakim, Syamsul Huda menceritakan awal mula mendapat tawaran pekerjaan berupa rigid beton di desa Dengok dan Desa Tebon. Syamsul Huda ditemui langsung oleh tim pelaksana dua desa tersebut untuk meneruskan pekerjaan yang sebelumya dilakukan terdakwa Bambang Seodjatmiko.

“Saya tanya ke timlak, anggarannya bagaimana. Terus dia bilang kalau masih ada sisa anggaran di desa,” ujar Syamsul Huda di Pengadilan Tipikor Surabaya, Senin, (23/10/2023)

Setelah menyetujui pekerjaan itu, Syamsul Huda akhirnya mendapat berita acara dari timlak desa. Tanpa pikir panjang, Syamsul pun memulai pengerjaan tersebut dengan membeli beton untuk pembangunan jalan desa.

“Setelah saya kerjakan, saya di janjikan (pembayaran) di desa. Di desa Tebon pengerjaan berhenti sampai 370 meter, karena masih menunggu tahap II. Setelah itu saya menagih pembayaran ke desa dengan membawa invoice beserta bukti-bukti kwitansi pembelian beton,” jelasnya.

Saat dilakukan penagihan, lanjutnya, dia diminta untuk melakukan penagihan langsung kepada terdakwa Bambang Soedjatmiko. “katanya desa, ini pekerjaan pak Bambang. Dan uangnya dibawa pak Bambang. Nah ini saya enggak terima. Saya baru tahu semua semacam konspirasi. Saya disuruh bekerja dulu, baru saya dijebak begini,” ungkapnya.

Syamsul kemudian melaporkan kejadian tersebut kepada pihak kecamatan. Namun pihak kecamatan justru meminta Syamsul untuk menghadap langsung ke Inspektorat. Selama ini, Syamsul tidak mengetahui betul terkait proyek pembangunan yang berasal dari BKKD tersebut. Dan yang dijadikan sebagai dasar dalam pengerjaan tersebut adalah berita acara yang dikeluarkan oleh tim pelaksana desa.

“Saya tahu nya timlak. Dan timlak juga mengatakan bahwa anggarannya masih ada sisa di desa,” terangnya.

Usai mengadu ke Inspektorat, pihak inspektorat mengeluarkan surat rekomendasi kepada desa yang isinya, menagih kembali anggaran kepada saudara B alias Bambang. Dan kedua pihak desa diminta untuk menyelesaikan persoalan yang ada di mitra. “Saya kembali ke desa, dan desa tetap kekeh disuruh nagih ke Bambang. Sementara Pak Bambang bilang kalau uang yang diserahkan ke dia sudah dikerjakan lebih dulu,” tambahnya.

Dihadapan Majelis hakim, Syamsul menyadari bahwa terdakwa Bambang merupakan konsultan. Namun setelah melakukan penagihan tersebut baru diketahui jika Bambang merupakan rekanan (pelaksana) yang juga ditunjuk oleh desa sebelumya.

“Tagihan saya di Desa Tebon kurang Rp. 270 juta, kalau tagihan keseluruh di desa Dengok kurang Rp.342 juta. Dan semua invoice sudah saya serahkan ke desa masing-masing,” ucapnya.

Sementara, Penasehat Hukum terdakwa Bambang, Pinto Utomo sempat menyinggung soal kualitas atau mutu pekerjaan yang dilakukan oleh saksi. Mengingat, pekerjaan tersebut hingga saat ini masih menyisakan persoalan.

“Bagaimana uji mutu pengerjaan saudara, karena yang saya dengar saudara mengklaim bahwa pengerjaanya sudah sesuai,” tanya Pinto.

Syamsul menjelaskan bahwa sebulan setelah pengerjaan selesai sempat dilakukan pengecekan uji mutu oleh inspektorat. Bahkan saat pengerjaan, jika 9enyedia melakukan pembelian barang, juga diminta melampirkan uji mutu beton.

“Pasti itu. Pengiriman berapa ton, ada chekker dari pihak beton, ada juga chekker dari pihak desa juga,” katanya.

Meski demikian, Syamsul belum mengetahui pasti apakah uji mutu tersebut juga dilampirkan dalam LPJ desa.

“Mohon maaf yang mulia, barangkali bisa diperintahkan ke JPU untuk menunjukkan LPJ dari desa Dengok sama desa Tebon, apakah ada uji mutu yang dilampirkan dalam LPJ desa. Supaya perkara ini bisa terang. Karena saksi mengklaim pengerjaannya sudah sesuai,” tegas Pinto.

Bambang Soedjatmiko didakwa pasal 2, subsidair pasal 3 juncto pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto pasal 65 ayat (1) KUHP.

Bambang Soedjatmiko merupakan rekanan yang ditunjuk desa untuk melaksanakan proyek pembangunan aspal dan rigid beton di delapan desa di kecamatan Padangan, Kabupaten Bojonegoro dengan menggunakan Bantuan Keuangan Khusus Desa (BKKD) pada tahun 2021. Adapun total kerugian negara diperkirakan mencapai Rp.1,6 miliar dari jumlah keseluruhan anggaran di delapan desa sebesar Rp. 6,3 miliar. (Had).

No More Posts Available.

No more pages to load.