Pemeriksaan Terdakwa ; Bambang Sebut Ada Permintaan Fee Sebesar 25 hingga 30 Persen Dari Anggaran BKKD Bojonegoro

oleh -225 Dilihat
Foto : Pemeriksaan terdakwa dalam kasus dugaan korupsi BKKD di Kecamatan Padangan, Bojonegoro bertempat di Pengadilan Tipikor Surabaya, Senin, (6/11/2023)

Sidoarjosatu.com – Terdakwa, Bambang Soedjatmiko menyebut adanya sejumlah permintaan fee dari beberapa Kepala Desa sebanyak 25-30 persen dari jumlah pagu anggaran Bantuan Keuangan Khusus Desa (BKKD) di Kecamatan Padangan Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Pernyataan itu disampaikan Bambang Soedjatmiko saat dimintai keterangannya sebagai terdakwa dalam perkara dugaan korupsi BKKD di delapan desa di Kecamatan Padangan, Bojonegoro di Pengadilan Tipikor Surabaya jalan Juanda Sidoarjo, Senin, (6/11/2023).

Jaksa Penuntut Umum Kejari Bojonegoro, Tarjono menyinggung terkait pemberian fee terhadap kepala desa di delapan desa penerima Bantuan Keuangan Khusus Desa (BKKD) tahun 2021. Mengingat, dalam pelaksanannya, terdakwa Bambang Soedjatmiko dipilih untuk melakukan pembangunan jalan desa tanpa melalui proses mekanisme lelang.

“Dari anggaran senilai Rp 4,1 miliar yang diterima saudara (terdakwa), adakah aliran dana yang masuk kepada para kepala desa, camat dan lain sebagainya,” tanya JPU Tarjono,

Menurut terdakwa Bambang, tidak ada aliran dana yang diberikan kepada para kepala desa maupun camat dalam proses pembangunan tersebut. Hanya saja, ada sebuah permintaan yang dilakukan beberapa kades terhadap pencairan anggaran BKKD tersebut.

“Sempat ada permintaan dari beberapa desa, yakni desa Purworejo, Desa Dengok, dan Desa Tebon. Tiga desa ini ngomong ke saya. Pak Bambang masa enggak bisa menyisihkan 25 atau 30 persen. Kemudian saya jawab, aduh berat pak, memangnya dibuat apa pak. Terus dia bilang untuk pak camat,” jelas Bambang. “Lantas, apa jawaban saudara kepada mereka (kades),” tanya Majelis Hakim.

Bambang mengakui, bahwa permintaan tersebut belum sepenuhnya direalisasikan. Bahkan, permintaan sebesar 2,5 persen dari jumlah pagu juga tak kunjung diberikan.

“Katanya ada iuran sebesar 2,5 persen dari jumlah pagu yang dikumpulkan ke kepala desa Kuncen. Yang ngomong ke saya desa Kendu. Belum saya berikan. Karena saya masih bekerja,” jelasnya.

Dalam pekerjaan ini, Bambang yang berstatus perorangan (tidak memiliki CV), dipilih delapan desa di kecamatan Padangan Bojonegoro untuk melakukan pekerjaan pembangunan jalan aspal dan rigid beton. Jumlah anggaran yang diterima Bambang dari ke delapan desa tersebut berjumlah Rp.4,1 miliar (tahap I).

“Di desa Purworejo misalnya, dari nilai pagu sebesar Rp.1,25 miliar, yang saya terima dari desa sebesar Rp.600 juta. Itu diberikan sebanyak dua kali. Di desa Cendono mendapat sebesar Rp.800 juta, desa Kebonagung Rp.200 juta, desa Kuncen Rp.551 juta, desa Kendung Rp.200 juta, desa Prangi sebanyak Rp.700 juta, desa Dengok 500 juta, dan Desa Tebon Rp. 600 juta,” jelasnya.

Anggaran tersebut, diterima Bambang pada tahap pertama sebelum pengerjaan. Sedangkan proses pembangunan jalan yang dianggarkan melalui BKKD tersebut terbagi dua tahap. Namun belum sempat melanjutkan pekerjaan tahap II, pekerjaan Bambang digantikan oleh desa kepada pihak ketiga.

Dihadapan Majelis Hakim, Bambang mengakui bahwa dalam pekerjaan ini dia hanya ditunjuk melaksanakan pembangunan jalan aspal. Pensiunan PU Bina Marga Provinsi Jawa Timur ini mulanya hanya ingin mencari pekerjaan setelah memasuki masa pensiun di tahun 2020.

Kemudian, Bambang sempat mendatangi kantor Kecamatan Padangan untuk menemui Camat, Heru Sugiharto. Tujuannya untuk mencari pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya dibidang pengaspalan jalan. “Setelah pensiun, saya ingin ada kegiatan berkaitan dengan pekerjaan saya. Dulu di balai besar Jalan Nasional. Awalnya garap aspal. Setelah itu rigid beton,” jelas Bambang.

Pada pertemuan pertama dengan camat tersebut, kemudian Bambang dikenalkan dengan beberapa Kepala Desa (penerima BKKD), memberikan presentasi tentang pelaksanaan pengaspalan maupun rigid beton, hingga akhirnya delapan desa mempercayakan pekerjaan tersebut kepada Bambang.

“Apa dasar acuhan saudara melakukan pekerjaan tersebut yang bersumber dari uang negara. Apakah saudara punya badan usaha, atau SK terkait pekerjaan tersebut? Tanya JPU. “Saya hanya menjalankan apa yang diperintah pak camat untuk melakukan pekerjaan tersebut,” jawab Bambang.

Sementara, Penasehat Hukum terdakwa Bambang ; Pinto Utomo kembali menanyakan kejelasan terkait adanya permintaan fee oleh beberapa kepala desa berkenaan dengan pembangunan jalan yang menggunakan dana BKKD. Pinto menilai penunjukan langsung terhadap Bambang terkait proses pembangunan jalan tanpa melalui proses lelang dinilai tidak wajar.

“Silahkan, saudara sampaikan dengan jujur. Saudara belum mengenal kades dan camat. Tiba-tiba saudara datang ke kecamatan untuk menawarkan pekerjaan (aspal). Kemudian para kades tiba-tiba menunjuk saudara untuk mengerjakan pekerjaan ini, ada apa ini? Apakah tidak ada fee yang mengalir ke kepala desa atau camat?,” Tanya Pinto.

“Tidak ada. Desa pernah meminta cuma sampai sekarang saya belum ngasih (memberikan),” jelas Bambang.

Lebih lanjut, Pinto kembali menanyakan seputar kekurangan biaya yang diberikan desa kepada terdakwa terkait pengerjaan tersebut. “saudara menyampaikan tadi menerima sebesar Rp.600 juta di desa Purworejo, padahal nilai pagu anggarannya sebesar Rp.1,25 miliar. Apakah yang saudara maksud tadi meminta fee 25 sampai 30 persen sudah dipotong dari anggaran tersebut, sehingga saudara hanya menerima Rp.600 juta,” tegas Pinto.

“Tidak tahu. Saya cuma dikasih Rp.600,” tandasnya. (Had).

No More Posts Available.

No more pages to load.