Sidoarjosatu.com ; Penuntut Umum KPK menghadirkan ahli dalam sidang lanjutan kasus korupsi dana hibah pokok pikiran (Pokir) APBD Pemprov Jatim, dengan terdakwa Wakil Ketua DPRD Jawa Timur Saha Tua P Simanjuntak. Saksi Ahli yang dihadirkan yakni Waluyo yang merupakan seorang dosen di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS) bidang ahli administrasi negara.
Sidang dengan agenda mendengarkan keterangan ahli yang di Ketuai Majelis Hakim, I Dewa Gede Suarditha berlangsung di Ruang Sidang Candra Kantor Pengadilan Tipikor Surabaya, Selasa (8/8/2023).
Dalam keterangannya, ahli hukum administrasi negara lebih banyak ditanya seputar tugas pokok dan fungsi DPRD Jatim. Disamping itu, Saksi Waluyo juga ditanya seputar dana hibah dan pokok pikiran (Pokir).
“DPRD sebagai wakil rakyat merupakan salah satu perwakilan pemerintah daerah dalam mensejahterakan masyarakat. DPRD juga diberikan kewenangan tugas pokok dan fungsi, baik fungsi pembentukan Perda, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan,” ungkap Waluyo dihadapan Majelis Hakim, Selasa, (8/8/2023).
Lebih lanjut, Saksi Waluyo menerangkan bahwa tanggungjawab legislatif setelah disumpah, mereka akan melaksanakan tugas dan tanggungjawab sebagaimana perundang-undangan yang berlaku, serta memperjuangkan aspirasi masyarakat yang diwakilinya demi kesejahteraan dan kemajuan bangsa.
“Nah, dalam kewajiban ini sebagaimana tertuang dalam pasal 108 UU Pemerintah Daerah, yakni menyerap dan menghimpun aspirasi masyarakat (konstituennya) melalui jalin asmara atau reses, kemudian menampung dan menindak lanjutinya dalam program-program kerja yang nantinya masuk dalam Pokok Pikiran (Pokir). Program kegiatan tersebut nantinya yang akan di masukkan dalam Rencana pembangunan dalam rapat kerja pemerintah daerah dan kemudian ditetapkan bersama,” terangnya.
Sidang berjalan kurang lebih dua jam. Pertanyaan seputar tugas dan fungsi pokok DPRD Jatim oleh Hakim dan Jaksa Penuntut Umum terus bergulir. Diakhir sidang, majelis hakim memberikan kesempatan kepada terdakwa Sahat untuk memberikan tanggapan langsung atas apa yang telah disampaikan Ahli.
Sebelum memberikan tanggapan, Sahat menerangkan apa yang telah disampaikan oleh ahli, bahwa fasilitasi Rencana Kerja Pemerintah Kerja Daerah (RKPD) bersifat mengikat. Oleh karenanya, lanjut. sahat, ujung dari semua implementasi RKPD tersebut berada dalam payung hukum yang sah, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
“Jadi artinya semua dinamika itu, mulai dari musrembang, RAPD, RKA, pembahasan PPLS, pembahasan komisi, pembahasan banggar. Ujung akhir, asas legalitasnya keputusan Kemendagri. Sehingga secara hukum administrasi, kita pertanggungjawabkan kepada surat keputusan (SK) Kemendagri,” ujar Sahat.
Lantas, apakah mungkin SK Kemendagri tersebut dapat dianulir keabsahannya dengan pejabat setingkat dibawahnya, tanya Sahat kepada Ahli, lalu kemudian dijawab Tidak bisa oleh Saksi Ahli.
Kedua, Sahat menanyakan seputar berapa kali saksi ahli dimintai keterangannya dalam kasus yang melibatkan anggota DPRD Jatim. “Dalam kasus hibah Pokir, baru kali ini,” jawab Waluyo.
Terakhir, Sahat menanyakan, letak persamaan antara hibah dan pokir, sebagaimana kasus yang menjerat dirinya. “Pemahaman tentang hibah dan pikir itu berbeda atau sama,” tanya Sahat. Kemudian langsung dijawab berbeda oleh saksi Ahli.
Disisi yang lain, Waluyo usai mengikuti persidangan sempat menegaskan bahwa hibah Pokir tidak diperbolehkan berpindah ke dapil lain. Meski demikian, semua tugas fungsi dewan dilaksanakan dalam resprentasi rakyat.
“Ini hanya pendapat saya lho, karena dasar hukumnya kami belum menemukan. Tapi resprentasi rakyat itu tidak kemudian mewakili sekian kabupaten kota, sehingga dibuat dapil,” terangnya.
Wakil Ketua DPRD Jatim nonaktif Sahat Tua P Simandjuntak didakwa dua pasal berlapis dalam kasus korupsi dana hibah APBD Pemerintah Provinsi Jatim. Sahat diduga menerima uang senilai Rp 39,5 Miliar.
JPU KPK Arif Suhermanto menyebutkan, Sahat diduga menerima suap dana hibah dari dua terdakwa sebelumnya yaitu Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi selaku pengelola kelompok masyarakat (pokmas) tahun anggaran 2020-2022
Dakwaan pertama Pasal 12 huruf a Jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP Tentang Tindak Pidana Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Dakwaan kedua terkait suap, Pasal 11 Jo Pasal 18 UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pasal 65 ayat (1) KUHP. (Had).